THE COMPETENCE AND PERFORMANCE OF VILLAGE APPARATUS IN SIDOARJO REGENCY
ABSTRACT
The village apparatus is a part of administrator of the village. They have an important role in realizing the progress of the nation through the village. This study described three competencies (basic, management, and technical) that were possessed by village apparatus, their performance, and the influence of these competencies towards performance of the village apparatus in providing village administrative services in Sidoarjo Regency. This quantitative research was conducted with the sample of 147 respondents from the village apparatus. Through simple random sampling technique, the data was collected by questionnaire distribution and interviews. After collecting and coding, the data were analyzed by frequency distribution and multiple linear regression based on SPSS 20. The results showed that basic competencies, management abilities, technical skills, and performance of village apparatus in Sidoarjo Regency were included poor category. Second, basic competencies, management abilities, and technical skills had an influence on the performance of village apparatus. The novelty of this research was that human resources who had good job competencies were able to show quality performance characteristics. The higher competency was possessed by an individual, the higher the quality of one's performance.
Keywords
basic competence, management abilities, technical skills, performance, important role of village apparatus
Keywords
PENDAHULUAN
Perangkat desa memiliki peran penting dalam kemajuan desa menuju terciptanya tata pemerintahan desa yang baik. Perangkat desa adalah penyelenggara pemerintahan desa yang membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya (Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 55 Tahun 2016). Sebagai unsur organik pemerintahan desa, perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, unsur pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis. Tugas dan wewenangnya adalah membantu kepala desa dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, serta membina dan memberdayakan masyarakat di desa.
Agar dapat membantu kepala desa dalam menjalankan tata pemerintahan, perangkat desa harus memiliki kompetensi. Yang dimaksudkan dengan kompetensi adalah seperangkat kemampuan dan kemauan seseorang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di pemerintahan desa guna mencapai tujuan utama yang efektif dan efisien. Ada tiga kompetensi yang harus dimiliki perangkat desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, yaitu kompetensi dasar, manajemen, dan teknis. Kompetensi dasar meliputi pengetahuan tentang regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan desa, serta tugas pokok dan fungsi. Kompetensi manajemen melingkupi beberapa indikator, yaitu manajemen sumber daya manusia, pelayanan publik, aset, dan keuangan. Kompetensi teknis terdiri dari penyusunan administrasi desa, perencanaan pembangunan, anggaran, peraturan desa, pelayanan publik , serta pengaplikasian komputer dan internet.
Mengacu pada konsep tersebut perangkat desa harus mampu meningkatkan kompetensi melalui pelatihan dan pengembangan diri yang didukung motivasi belajar, nilai-nilai kreativitas, dan inovasi. Tanpa itu semuanya, mustahil aparatur pemerintahan desa dapat menjadi motor pembangunan yang berkemajuan dan menyejahterakan. Karenanya, kompetensi perangkat desa memiliki arti penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa guna mewujudkan visi yang menyejahterakan masyarakat, meningkatkan daya saing, memperkuat perekonomian desa, menggali potensi sumber daya desa, dan meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat seperti diamanatkan Undang-Undang Desa No 6/2014.
Proses pengembangan kompetensi aparatur desa adalah salah satu upaya meningkatkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Hal ini cukup beralasan sebab aparatur desa merupakan garda depan dan bertatap muka langsung dengan masyarakat dalam pelayanan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat. Namun di satu sisi kualitas sumber daya manusia aparatur desa masih tergolong rendah. Indikator tersebut tercermin dari tingkat kemandirian desa secara nasional yang masih berkisar 4%1 .
Makmu menyampaikan bahwa rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia tidak hanya terjadi masyarakat bawah, tetapi juga terjadi dalam birokrasi pemerintahan mulai birokrasi pusat, daerah, kabupaten, hingga ke desa.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kompetensi perangkat desa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masih belum optimal (Suwarno, 2012:87; Kwan et al., 2013:25; Asrori, 2014:101; Tamawiwi, 2015:1; Higau, 2015:10; Aang, 2018:1)2 . Belum optimalnya kualitas sumber daya manusia di pemerintahan daerah baik di tingkat daerah, kabupaten, kecamatan, maupun desa memiliki dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap ketidaktercapaiannya tujuan dan sasaran pembangunan yang dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat3 .
Dimensi pengembangan kompetensi untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai kreativitas, dan inovasi adalah melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar dari pengalaman. Ada tiga jenjang peningkatan kualitas sumber daya aparatur pemerintahan desa.4 menjelaskan tiga jenjang itu adalah sistem/kebijakan, entitas/organisasi, dan individu. Melalui sebuah sistem yang dibuat, pemerintah daerah dapat menyusun kerangka kebijakan dan peraturan yang mendukung dan membatasi pencapaian tujuan-tujuan kebijakan. Kedua melalui tingkatan organisasi. Pemerintah daerah dapat menyusun struktur kelembagaan, proses-proses pengambilan keputusannya, prosedur dan mekanisme kerja, instrumen manajemen, relasi-relasi dan jaringan antar-lembaga. Jenjang individu dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan administrasi dan pelayanan, penanaman nilai-nilai etika dan motivasi belajar dan bekerja, sikap, kualifikasi pendidikan, dan pengetahuan.
Untuk menuju terciptanya pemerintahan desa yang baik (good governance) tentunya tupoksi yang sudah tercantum dalam Peraturan Bupati perlu untuk direalisasikan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dalam merealisasikan dan melaksanakan tugas yang diberikan perangkat desa perlu memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi sangat penting untuk dievaluasi sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa kompetensi memiliki peran penting dalam peningkatan kinerja yang mana artinya dengan kompetensi yang tinggi dan baik maka ketercapaian tugas dan tanggung jawab juga semakin baik ((Makawi, Normajatun, & Haliq, 2015:1-26; Zaim, Fatih Yaşar, & Ünal, n.d; 2013: 67-77; Kolibácová, 2014:1315-1327)5 .
Bermula dari paparan tersebut tujuan penelitian ini adalah pertama, mengukur dan menjelaskan kompetensi dasar, kompetensi manajemen, kompetensi teknis, dan kinerja aparatur desa dalam pelayanan publik serta pemerintahan desa; kedua, menjelaskan pengaruh kompetensi dasar, kompetensi manajemen, dan kompetensi teknis terhadap kinerja aparatur desa dalam pelayanan publik dan pemerintahan desa di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menjadi penting karena beberapa kajian eksploratif menyatakan bahwa kualitas aparatur lembaga pelayanan publik (termasuk desa) termasuk lemah ((Makmur, 2007:1; Pade, 2015:1; Mardiyasari, 2015:181; Bella, Kimbal, & Lapian, 2017:1) kinerja aparatur desa masih belum optimal; sebagai bahan evaluasi aparatur desa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai unsur pelaksana wilayah dan teknis di Kabupaten Sidoarjo6 .
METODE PENELITIAN
Penelitian kuantitatif ini mengambil latar kajian di desa pada wilayah Kabupaten Sidoarjo. Sampel penelitian ini sebesar 147 aparatur desa sebagai responden dengan dasar penentuan tingkat kepercayaan sebesar 92% dan presisi 8%. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Teknik ini dilakukan berdasarkan jumlah wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo. Delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo tersebut merupakan satuan primer sampel penelitian. Sedangkan desa yang menjadi pangkalan data penelitian merupakan satuan sekunder sampel penelitian. Aparatur desa adalah satuan unit terkecil dari sampel menjadi responden penelitian mengenai kompetensi aparatur desa.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan angket yang didistribusikan kepada aparatur pemerintah desa sebagai responden. Angket disusun dengan menggunakan variabel-variabel seperti kompetensi dasar, kompetensi manajemen, kompetensi teknis, dan kinerja aparatur. Kompetensi dasar dalam kajian ini diukur dengan menggunakan indikator pemahaman aparatur desa tentang regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan desa, serta tugas pokok dan fungsi aparatur desa. Kompetensi manajemen diukur dengan indikator manajemen sumber daya manusia, pelayanan publik, keuangan, dan aset. Kompetensi teknis terdiri dari penyusunan administrasi desa, penyusunan perencanaan pembangunan, penyusunan anggaran, penyusunan peraturan desa, pelayanan publik, serta pengaplikasian komputer dan internet. Kinerja diukur melalui tanggung jawab dengan tugas yang dibebankan; disiplin kerja dan waktu; mampu bekerja, bekerjasama, dan berkoordinasi; berkomitmen, berpegang pada nilai-nilai kejujuran dan dapat dipercaya; tidak melakukan pungutan di luar biaya yang telah ditetapkan; dan berinovasi.
Jawaban atas pernyataan disusun dengan menggunakan skala Likert dan bersifat tertutup. Instrumen penelitian diberikan lima item jawaban yang disesuaikan sifat variabel penelitian. Untuk jawaban pada variabel kompetensi dasar, pilihan jawaban yang disediakan yaitu sangat paham, paham, cukup paham, tidak paham, sangat tidak paham. Jawaban pada kompetensi manajemen dan teknis diberikan pilihan seperti sangat mampu, mampu, cukup mampu, tidak mampu, dan sangat tidak mampu. Jawaban atas pertanyaan tentang kinerja aparatur diberikan pilihan sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah. Skoring yang diberikan terhadap jawaban “sangat paham” adalah lima (5), “paham” adalah skor empat (4), “cukup” diberi skor tiga (3), “tidak paham” diberi skor dua (2), dan “tidak paham sama sekali” memiliki skor satu (1). Begitu juga dengan jawaban atas pertanyaan pada variabel yang lainnya.
Sebelum didistribusikan secara luas kepada aparatur desa di Kabupaten Sidoarjo, instrumen penelitian yang telah disusun harus diujicobakan kepada calon responden sebanyak tiga puluh aparatur. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kevalidan dan kereliabilitasan angket yang telah disusun. Pengujian validitas angket kajian ini menggunakan analisis Product Moment berbasis SPSS 20. Valid tidaknya sebuah instrumen didasarkan perbandingan dengan R-kritis sebesar 0,30. Bila hasil pengujian validitas lebih besar dari R-kritis, hasil tersebut dapat dinyatakan valid. Begitu halnya dengan pengujian reliabilitas data ini yang menggunakan analisis Alpha Cronbach. Pengujiannya memakai program SPSS 20. Penentuan reliabel tidaknya instrumen menggunakan klasifikasi Alpha Cronbach, seperti pada Tabel 1.
Klasifikasi |
Reliabilitas |
0,81 – 1,00 |
Sangat Reliabel |
0,61 – 0,80 |
Reliabel |
0,42 – 0,60 |
Cukup Reliabel |
0,21 – 0,40 |
Agak Reliabel |
0,00 – 0,20 |
Kurang Reliabel |
Hasil trial test angket memperlihatkan bahwa pernyataan-pernyataan yang dijadikan instrumen penelitian ini termasuk valid, yaitu di atas 0,30. Begitu halnya dengan reliabilitas instrumen yang digunakan termasuk sangat reliabel, yaitu di atas 0,81. Instrument yang memiliki hasil sangat reliabel adalah kompetensi dasar aparatur desa (0,974), kemampuan manajemen (0,961), kemampuan teknis (0,982), dan kinerja aparatur desa (0,873).
Teknik penganalisisan data kajian ini menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi berganda. Data-data yang ada disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik. Tabel distribusi frekuensi dan grafik tersebut kemudian dipaparkan untuk menjelaskan kondisi hasil kajian di lapangan mengenai kompetensi kinerja aparatur pemerintahan desa. Kompetensi dan kinerja aparatur pemerintahan desa tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan konversi dengan interval skor dari (Permenpan Nomor 14, 2017) seperti Tabel 2.
Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa kompetensi dasar, kompetensi manajemen, dan kompetensi teknis bepengaruh secara bersama-sama dan sebagian terhadap kinerja aparatur desa di Kabupaten Sidoarjo.
Nilai Persepsi |
Nilai Interval |
Nilai Interval Konversi |
Kualitas |
Kategori |
1 |
1,00 – 2,5996 |
25,00 – 64,99 |
D |
TIDAK BAIK |
2 |
2,60 – 3,064 |
65,00 – 76,60 |
C |
KURANG BAIK |
3 |
3,0644 – 3,532 |
76,61 – 88,30 |
B |
BAIK |
4 |
3,5324 – 4,00 |
88,31 – 100,00 |
A |
SANGAT BAIK |
Sumber : diadaptasi dari (Permenpan Nomor 14, 2017)
Terdapat dua konsep yang dijelaskan pada penelitian yang berfokus pada kinerja aparatur pemerintahan desa, yaitu kompetensi dan kinerja. Kinerja adalah kesesuaian capaian prestasi kerja terhadap tujuan yang telah ditetapkan. (Dwianto, 2006:57)7 menyampaikan bahwa kinerja organisasi dapat diukur melalui produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Produktivitas adalah kemampuan organisasi dalam mememberikan pelayanan jasa secara berkualitas. Hal tersebut merujuk pada efektivitas dan efisiensi pada pelayanan publik. Kualitas pelayanan merupakan persesuaian standar yang terus berlaku dalam organisasi. Dalam konteks pelayanan publik, isu kualitas menjadi mengedepan dan penting sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja organisasi. Karenanya, kepuasan masyarakat menjadi tolak ukur berkualitas tidaknya pelayanan yang diberikan pemerintah desa kepada masyarakat. Responsivitas mengacu pada kecakapan organisasi dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dengan agenda pelayanan dan program yang disusun pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Ringkasnya, responsivitas itu merujuk pada keharmonisan antara agenda pelayanan dan program pemerintah dengan keperluan dan kehendak masyarakat. Rendahnya responsivitas merupakan indikator adanya ketidakharmonisan antara pelayanan dan yang dibutuhkan masyarakat. Responsivitas berbeda dengan responsibilitas. Responsibilitas merujuk pada pelaksanaan kegiatan organisasi yang dilakukan sesuai prinsip-prinsip kebijakan organisasi. Berikutnya adalah akuntabilitas. Akuntabilitas mengacu pada pertanggungjawaban organisasi publik terhadap masyarakat. Asumsinya bahwa pejabat publik merupakan representasi dari rakyat. Karenanya, wajar jika masyarakat meminta kepada pemerintah untuk menyampaikan hasil kinerja organisasi selama proses berlangsung. Giroth (2006:20) menjelaskan makna kinerja sebagai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas dan kewajiban guna menepati janji serta proses tindakan yang diambil berdasarkan kepuasan batin dan pikiran bebas pelaku pemerintahan serta kesiapan bertanggung jawab terhadap risiko dan konsekuensi.
Yang dimaksudkan kinerja dalam penelitian ini adalah hasil kerja yang dicapai aparatur pemerintah desa dalam menyelesaikan tugas pada periode tertentu dan tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja diukur melalui tanggung jawab dengan tugas yang dibebankan; disiplin kerja dan waktu; mampu bekerja, bekerjasama, dan berkoordinasi; berkomitmen, berpegang pada nilai-nilai kejujuran dan dapat dipercaya; tidak melakukan pungutan di luar biaya yang telah ditetapkan; dan berinovasi.
Kompetensi merupakan kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan antara pengetahuan, sikap, perilaku, keterampilan, dan nilai-nilai budaya kerja yang menjadi karakteristik performance individu. Pengetahuan adalah pemahaman individu tentang objek dan fakta yang disampaikan dalam bentuk gagasan, pikiran, maupun ide. Mengutip pendapat8 pengetahuan merupakan konstruksi fakta yang terus menerus dan berubah-ubah melalui kegiatan seseorang dalam membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan sehingga membentuk pemahaman baru. Pemahaman baru tersebut dapat diketahui dalam bentuk tulisan atau lisan. Tulisan tersebut merupakan bentuk pengejahwantahan dari respon terhadap stimulus yang ditangkapnya.
Sikap merupakan cerminan kepribadian seseorang. Dalam konteks organisasi, sikap terkait sekali dengan efektivitas dan kinerja seseorang dalam lingkungan pekerjaannya (Bücker & Poutsma, 2010:832). Hal ini bermakna bahwa sikap yang terkandung dalam kompetensi menjadi bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada diri seseorang yang dapat diperkirakan pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Lebih lanjut Spencer & Spencer seperti yang dikutip Bücker & Poutsma (2010:832) mengatakan bahwa sikap dalam pengertian kompetensi memiliki pemaknaan sebagai “causally related”. Konsep ini memiliki pengertian bahwa kompetensi dapat digunakan untuk mengukur kinerja seseorang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam organisasi.
Perilaku individu dalam organisasi lebih banyak dipengaruhi sikap tertentu dan norma-norma subyektif (Suharyat Yayat, 2009:15;Abadi & Putri, 2016: 93). Perilaku dapat menjadi cerminan konkret dari sikap, perbuatan, dan kata-kata sebagai hasil dari proses pembelajaran, stimulus, dan lingkungan. Lingkungan yang memengaruhi perilaku dapat berupa pendidikan, nilai dan budaya masyarakat, politik, dan sosial ekonomi. Karenanya, agar perilaku tetap konsisten dengan sikap positif, perlu adanya kekuatan pendorong guna meningkatkan kompetensi aparatur desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta penyelenggaraan pemerintahan desa9 .
Nilai-nilai budaya kerja adalah keyakinan dasar yang menjadi pola perilaku dan pola untuk mengatur perilaku dalam organisasi dan bekerja. Nilai budaya kerja ini penting karena dapat digunakan untuk mempelajari perilaku “yang seharusnya” dan “yang tidak seharusnya” organisasi sebagai pondasi dalam memahami sikap dan motivasi. Nilai-nilai budaya kerja itu dapat berupa nilai-nilai sosial, demokratik, birokratik, professional, dan ekonomik (Pattipawae, 2011:34)
Kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan aparatur desa dalam memahami pengetahuan, manajemen, dan teknis (Sedarmayanti, 2003:128; Robins, 1996:6-8;Ivancefich, K, & Michael T.M., 2002:85; Asrori, 2014:105). Pengetahuan merupakan kemampuan dasar aparatur desa dalam memahami regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan desa, serta tugas pokok dan fungsi aparatur desa. Kompetensi manajemen adalah kemampuan perangkat desa dalam bekerjasama dengan, memahami, mengelola sumberdaya manusia, keuangan, asset, maupun memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kompetensi teknis adalah kemampuan perangkat desa dalam penyusunan administrasi desa, perencanaan pembangunan, anggaran, peraturan desa, pelayanan, dan pengoperasionalisasian komputer beserta internetnya10 .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini yakni 70,1% berjenis laki-laki dan berjenis kelamin perempuan sebesar 29,9%. Usia aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo yang paling banyak yakni pada kelompok usia 36-50 tahun dengan persentanse 46,9%; kelompok usia muda 21-35 sebanyak 42,2%; dan usia yang paling tua yaitu 51-62 sebanyak 10,9%.
Pendidikan aparatur desa yang paling banyak adalah Sekolah Menengah Atas, yaitu 57,%. Mereka yang berpendidikan sarajana strata satu sebesar 36,7%. Aparatur yang berpendidikan SMP, diploma, dan strata dua masing-masing sejumlah 1,4%; 4,1%; dan 0,7%.
Jabatan aparatur desa sebagai responden dalam kajian ini yang dominan adalah sekretaris desa (27,2%), kepala urusan (kaur) keuangan sebesar 17%, kasi pemerintahan desa sebanyak 12,2%. Sedangkan lebih dari 8,2% responden menjabat sebagai kaur TU & umum, kaur perencanaan, kepala dusun, dan kepala seksi kesejahteraan. Yang 2,8% responden menjabat bendahara desa.
Kompetensi Dasar Aparatur Desa
Sumber daya manusia aparatur pemerintah desa yang berkualitas memiliki peran penting dalam peningkatan tatakelola pemerintahan desa serta pelayanan kepada masyarakat desa. Untuk itu peningkatan kompetensi aparatur juga perlu mendapatkan perhatian dalam upaya peningkatan kinerja yang lebih optimal. Grafik 1 memperlihatkan workshop ataupun pelatihan yang pernah diikuti oleh aparatur desa. Workshop yang banyak diikuti oleh aparatur desa adalah kompetensi manajemen, yaitu sebesar 97,28%. Jenis pelatihan kompetensi manajemen yang banyak diikuti diantaranya adalah sistem keuangan desa, pengelolaan keuangan kerja dan desa, bimbingan anggaran pendapatan dan belanja desa, peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur desa, monitoring rencana strategis, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah desa, sistem informasi desa, kearsipan, dasar-dasar pelayanan publik, pelestarian lingkungan hidup, dan lain-lain. Aparatur pemerintah desa yang mengikuti pelatihan dan workshop peningkatan kompetensi dasar seperti tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintahan desa, dasar-dasar pemerintahan desa, dan peningkatan kapasitas lainnya sebesar 51,70%. Pelatihan kompetensi teknis yang acapkali diikuti oleh aparatur desa berupa pelatihan komputer dan internet, teknis penyusunan infrastruktur, dan perawatan jenazah. Aparatur desa yang mengikuti pelatihan teknis ini sebesar 10,88%.
Kompetensi aparatur desa dalam penelitian ini ada tiga dimensi. Pertama adalah kompetensi dasar, kompetensi manajemen, dan kompetensi teknis. Yang dimaksudkan dengan kompetensi dasar aparatur pemerintah desa adalah pengetahuan dan kemampuan aparatur desa dalam memahami dan mengimplementasikan regulasi desa mulai peraturan perundangan hingga peraturan menteri, peraturan daerah provinsi/kabupaten, serta peraturan gurbernur/bupati; dasar-dasar pemerintahan; serta tugas pokok dan fungsi aparatur desa. Pengatahuan tersebut dapat diukur melalui pemahaman yang dimiliki mengenai regulasi desa. Setidaknya ada lima belas buah regulasi desa, diantaranya adalah 1) Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa, 2) Peraturan Pemerintah tentang Desa, 3) Peraturan tentang Keuangan Desa, 4) Peraturan tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Desa, 5) Peraturan tentang Perencanaan Pembangunan Desa, 6) Peraturan tentang Badan Permusyawaratan Desa, 7) Peraturan tentang Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa; 8) Peraturan tentang Pengisian dan Pemberhentian Perangkat Desa; 9) Peraturan tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa; 10) Peraturan tentang Pentunjuk Pelaksanaan Peraturan daerah tentang Pengisian dan Pemberhentian Perangkat Desa; 11) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.1/2017 tentang Penataan Desa; 12) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.2/2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa; 13) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 47/2016 tentang Administrasi Desa; 14) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.1/2016 tentang Pengelolaan Aset Desa; 15) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.14/2016 tentang Laporan Kepala Desa. Hasil penganalisisan secara statistik deskriptif memperlihatkan bahwa rerata pemahaman aparatur desa mengenai regulasi desa berada pada skor 67,54%. Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan para aparatur pemerintah desa dalam memahami regulasi desa masih kurang baik.
Pengetahuan dasar aparatur desa berikutnya mengenai dasar-dasar pemerintahan desa. Dasar-dasar pemerintahan desa dalam penelitian ini meliputi 1) Penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan dan pemberdayaan masyaarakat desa didasarkan pada empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika; 2) penyelenggaraan pemerintahan desa didasarkan pada asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman, partisipatif; 3) pemerintahan desa dipimpin oleh kepala desa dan dibantu oleh perangkat desa; 4) penataan desa yang bertujuan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa; mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa; peningkatan kualitas pelayanan desa; kualitas tata kelola pemerintahan desa; meningkatkan daya saing desa; 5) penataan desa yang meliputi pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan desa. Secara keseluruhan rata-rata kompetensi aparatur pemerintah desa di Kabupaten Sidoarjo dalam memahami dasar-dasar pemerintahan desa sebagai landasan pelaksanaan pemerintahan desa termasuk kategori kurang memahami dengan baik. Skor pengetahuan dan pemahaman aparatur desa seperti pada Tabel 2 mengenai dasar-dasar pemerintahan desa sebesar 69,20%.
Pemahaman aparatur pemerintah desa tentang tugas pokok dan fungsi aparatur yang terdapat pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni 1) sekretaris desa; 2) kepala urusan; 3) kepala seksi; dan 4) kepala kewilayahan desa. Tugas pokok sekretaris desa adalah membantu kepala desa dalam bidang administrasi pemerintahan. Fungsi Sekretaris desa adalah 1) melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi; 2) melaksanakan urusan umum seperti penataan administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum; 3) melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi keuangan, dan administrasi penghasilan kepala desa, perangkat desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa lainnya; dan 4) melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja desa, menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi program, serta penyusunan laporan.
Kepala urusan memiliki tugas pokok membantu sekretaris desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Kepala urusan (kaur) terdiri dari tiga bagian, yakni Kaur tata usaha yang memiliki fungsi melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi, dan penataan administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat, peng-administrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum. Kedua , kaur keuangan. Kepala urusan keuangan memiliki fungsi melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi keuangan, dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa lainnya. Ketiga , kaur perencanaan. Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi mengoordinasikan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja desa, menginventarisasi data-data dalam rangka pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi program, serta penyusunan laporan.
Kepala seksi (kasi) memiliki tugas pokok sebagai pelaksana tugas operasional. Kepala seksi di pemerintahan desa terdiri dari kasi pemerintahan, kasi kesejahteraan, dan kasi pelayanan. Kasi pemerintahan desa memiliki fungsi, yakni melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan, menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, kependudukan, penataan dan pengelolaan wilayah, serta pendataan dan pengelolaan Profil Desa. Kasi kesejahteraan berfungsi sebagai melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna. Kasi pelayanan memiliki fungsi melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, meningkatkan upaya partisipasi masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.
Aparatur desa berikutnya adalah kepala kewilayahan. Kepala kewilayahan desa memiliki tugas pokok adalah membantu kepala desa dalam pelaksanaan tugas di wilayahnya. Mereka memiliki fungsi sebagai berikut, yakni 1) melakukan pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, mobilitas kepen-dudukan, dan penataan dan pengelolaan wilayah, 2) mengawasi pelaksanaan pembangunan di wilayahnya, 3) melakukan pembinaan kemasyarakatan dalam mening-katkan kemampuan dan kesadaran masyara-kat guna menjaga lingkungannya, dan 4) melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kompetensi para aparatur desa se-Kabupaten Sidoarjo dalam memahami tugas pokok dan fungsinya secara rata-rata terlihat masih kurang baik, yakni memiliki jumlah nilai sebesar 75,66. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tentunya para aparatur pemerintah desa dituntut untuk memahami tugas pokok dan fungsi sebagai perangkat desa. Aparatur pemerintah desa dalam hal ini harus memahami tugas pokok dan fungsinya secara lebih baik.
Dari paparan tentang kemampuan dasar aparatur pemerintah desa di Kabupaten Sidoarjo secara keseluruhan terkait dengan regulasi desa, dasar-dasar pemerintah desa dan tugas pokok dan fungsi perangkat desa yang terdapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Kemampuan Dasar Aparatur Desa |
% |
1. Regulasi Desa |
67,54 |
2. Dasar-Dasar Pemerintahan Desa |
69,20 |
3. Tugas Pokok dan Fungsi (tupoksi) Perangkat Desa |
75,66 |
Kategori |
70,80 (KURANG BAIK) |
Sumber: Pengolahan Data Primer 2018
Hal ini berarti bahwa kemampuan para aparatur desa masih belum optimal dalam memahami dan mengimplementasikan produk hukum tentang pemerintahan desa dengan baik, yang berorientasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan taat pada aturan penyelenggaraan di desa.
Kompetensi Manajemen Aparatur Desa
Yang dimaksudkan dengan kompetensi manajemen aparatur desa dalam penelitian ini adalah pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan aparatur desa dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya manusia, pelayanan, keuangan, dan asset yang dimiliki desa. Kemampuan aparatur desa dalam mengelola sumber daya manusia diantaranya adalah 1) baik tidaknya dalam mengelola aparatur desa, 2) kemampuan mendistribusikan tugas dengan jelas, 3) kemampuan mengelola kerjasama, 4) kemampuan memotivasi untuk bekerja sesuai dengan tupoksi dan target yang telah ditetapkan, 5) kemampuan memberikan arahan dalam menyelesaikan tugas, 6) melakukan pembinaan terhadap aparatur desa yang berada di bawahnya, dan 7) mendisiplinkan diri maupun aparatur lainnya di desa. Hasil penganalisan statistik memperlihatkan bahwa kompetensi aparatur desa dalam mengelola sumber daya manusia masih belum optimal. Hal ini dapat diamati dari persentase kompetensi manajemen aparatur dalam besaran 70,04%, yang artinya masih kurang optimal.
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat desa juga menjadi salah satu sub-dimensi untuk mengukur kompetensi aparatur desa. Indikatornya adalah kemampuan dalam menyediakan dan mengelola sarana dan prasarana yang aman dan nyaman, memberikan pelayanan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, berbiaya murah dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, mengelola kritik dan saran warga secara baik serta meresponnya dengan santun, mengelola teknologi informasi dan komunikasi secara professional, berdisiplin diri dalam memberikan pelayanan dan tepat waktu, serta mampu menyusun standar operasional prosedur dan mengimplementasikannya secara baik. Nilai terkecil dalam manajemen pelayanan publik di desa adalah masalah sarana dan prasarana, yaitu tempat/loket pendaftaran, tempat pemasukan berkas dokumen, pembayaran, penyerahan dokumen, pelayanan pengaduan, ruang tunggu yang nyaman, serta perangkat pendukung lainnya seperti kipas angina/AC, wifi, televisi di ruang tunggu. Skor penilaian yang diberikan masyarakat terkait ketersediaan sarana prasarana di kantor desa sebesar 58,49% dengan kategori tidak mampu. Skor tertinggi terdapat pada penampilan aparatur yang menarik dan rapi saat memberikan pelayanan, yaitu 78,77% (termasuk kategori baik). Rata-rata hasil analisis data menunjukan bahwa para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo dalam manajemen pelayanan publik memiliki nilai 72,23% dengan kategori kurang mampu.
Dalam hal pengelolaan keuangan desa, indikator yang digunakan diantaranya adalah kemampuan 1) menyusun rencana alokasi anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes), 2) menggunakan dan mengendalikan anggaran sesuai dengan RAPBDes, 3) menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran desa dan administrasi keuangan desa, serta 4) menyusun laporan kinerja anggaran desa. Kemampuan mengelola keuangan desa oleh aparatur pemerintah desa memperlihatkan bahwa skor tertinggi terdapat pada kemampuanya menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran desa, yaitu 71,10%. Hal ini dapat diartikan bahwa para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo mampu dalam menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran desa. Pelaporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran merupakan tahap terakhir dalam siklus pengelolaan keuangan desa. Pelaporan penggunaan anggaran menjadi salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan desa (asas akuntabilitas). Hakikat laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa adalah pemenuhan tanggung jawab kepada masyarakat/rakyat desa atas pengelolaan uang dan kepentingan rakyat oleh Pemerintah Desa.
Skor terkecil terdapat pada kemampuan aparatur desa dalam menyusun laporan berbasis kinerja anggaran. Nilainya menunjukkan persentase sebesar 68,49%. Jika dilihat dari sisi pelaporan yang berbasis kinerja, kemampuan para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo masih lemah. Artinya, para aparatur pemerintah desa hanya fokus pada pertanggungjawaban secara administrasi saja namun tidak berbasis kinerja. Laporan yang berbasis kinerja merupakan bentuk akutanbilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi atas penggunanan anggaran. Pelaporan kinerja suatu pemerintah desa dapat dijadikan salah satu pondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja yang meliputi pengukuran kinerja untuk menjamin adanya peningkatan pelayanan publik dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome yang seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel. Secara rata-rata kemampauan aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo dalam mengelola keuangan desa berada pada nilai sebesar 69,84%. Persentase tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan aparatur desa dalam pengelolaan keuangan desa termasuk masih rendah.
No |
Kemampuan Manajemen Pelayanan Publik |
% |
1 |
Kemampuan menyediakan dan mengelola ruang pelayanan dan ruang tunggu di desa dengan nyaman |
75,48 |
2 |
Kemampuan menyediakan dan mengelola tempat pelayanan desa dengan aman |
72,88 |
3 |
Ketersedian sarana dan prasarana pelayanan seperti: |
58,49 |
1) Tempat/loket pendaftaran. |
||
2) Tempat pemasukan berkas dokumen. |
||
3) Tempat pembayaran. |
||
4) Tempat penyerahan dokumen. |
||
5) Tempat pelayanan pengaduan. |
||
6) Ruang tunggu. |
||
7) Perangkat pendukung lainnya: a) kipas angin/AC, b) perangkat komputer, c) Wifi, d) Televisi di ruang tunggu |
||
4 |
Kemampuan menyediakan dan mengelola teknologi komunikasi informasi untuk pelayanan di desa dengan baik |
69,18 |
5 |
Kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan sesuai prosedur yang telah ditetapkan |
73,84 |
6 |
Kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan dengan biaya yang murah |
73,42 |
7 |
Biaya layanan tersebut ditentukan sesuai dengan peraturan desa yang telah disusun. |
58,90 |
8 |
Kemampuan berpenampilan menarik dan rapi dalam memberikan layanan kepada masyarakat desa |
78,77 |
9 |
Kemampuan mengelola kritik dan saran dari warga desa secara baik |
75,62 |
10 |
Kemampuan memberikan respon secara baik terhadap kritik dan saran dari warga desa |
76,03 |
11 |
Kemampuan mendisiplinkan diri sendiri dan perangkat desa dalam memberikan layanan kepada warga |
74,93 |
12 |
Kemampuan mengelola waktu layanan kepada masyarakat desa tepat waktu (jam 08.00 – 14.30) |
77,53 |
13 |
Kemampuan menyusun dan menyediakan standar operasional prosedur layanan masyarakat desa dengan baik |
75,21 |
Kategori: KURANG MAMPU |
72,33 |
Sumber : Pengolahan Data Primer
Begitu halnya dengan kemampuan manajemen asset yang dimiliki aparatur desa yang masih tergolong rendah, yaitu sebesar 67,31%. Kemampuan pengelolaan asset meliputi perencanaan penggunaan asset/kekayaan desa; administrasinya; penggunaan dan pemanfaatannya; pemeliharaan dan pengamanannya; penghapusan, pemindatanganan, dan penatausahaannya; pelaporan, penilaian, pembinaan dan pengawasan pengelolaannya. Kemampuan manajemen aparatur pemerintah desa se-kabupaten Sidoarjo secara keseluruhan yang meliputi manajemen sumber daya manusia, manajemen pelayanan publik, manajemen keuangan desa dan manajemen asset yang terdapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Grafik 2. Kemampuan manajemen aparatur secara umum juga masih rendah, yaitu 69,87.
Kompetensi Teknis Aparatur Desa
Kompetensi teknis aparatur desa dalam penelitian ini adalah kemampuan aparatur desa dalam mengelola secara teknis administrasi desa, perencanaan, pelayanan publik, penyusunan anggaran, dan pengoperasionalan teknologi informasi komunikasi. Yang termasuk kemampuan teknis administrasi desa diantaranya adalah penyusunan dan penataan administrasi kependudukan, administrasi pertanahan, surat keterangan, buku agenda surat masuk dan surat keluar, buku tanah kas desa, buku aparatur pemerintah desa, buku inventaris dan kekayaan desa, buku keputusan kepala desa, buku peraturan desa, buku ekspedisi, dan lembaran desa dan buku berita desa. Kemampuan teknis administrasi desa yang dimiliki oleh aparatur pemerintah desa termasuk kategori rendah (67,89).
Kemampuan teknis perencanaan pembangunan desa meliputi penyusunan dokumen Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), dokumen Rencana Pembangunan Tahunan Desa, program peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan warga desa yang dituangkan dalam RKPDes, program dan teknis pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan desa, teknis pengembangan potensi ekonomi desa, teknis pengembangan badan usaha milik desa (bumdes), teknis penggunaan teknologi tepat guna, penggunaan teknologi informasi komunikasi, dan teknis peningkatan ketertiban dan ketenteraman warga desa. Kemampuan aparatur pemerintah desa terhadap teknis perencanaan pembangunan memiliki skor 65,38. Kemampuan tersebut termasuk kategori rendah. Diantara kemampuan teknis perencanaan yang memiliki skor tinggi adalah penyusunan program pemeliharaan infrastruktur desa dan lingkungan. Teknis perencanaan yang baik dan akuntabel dapat dijadikan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa. Memiliki kemampuan secara teknis perencananan pembangunan yang tepat sasaran dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi, serta peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa. Sedangkan yang terendah adalah kemampuan teknis pengembangan badan usaha milik desa (bumdes), yaitu 62,60. Ini artinya bahwa para aparatur pemerintah desa lebih optimal dalam program peningkatan pemeliharaan infrastruktur desa dan lingkungan, namun kurang optimal dalam hal teknis pengembangan badan usaha milik desa yang seharusnya dapat dijadikan untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat di desa.
Yang termasuk kemampuan teknis pelayanan publik dalam kajian kompetensi aparatur desa di Sidoarjo adalah teknis layanan informasi; prosedur layanan melalui poster, website desa, media sosial desa, aplikasi android; pengaplikasian website desa untuk memberikan kemudahan warga desa; profesionalisasi layanan, kecepatan, dan ketepatan; penanganan secara baik tentang keluhan, kritik, dan saran dari warga; teknis bersenyum salam sapa; menjaga kenyamanan dan keamanan ruang pelayanan desa; ketersediaan kursi di ruang tunggu layanan; penampilan yang menarik dan rapi dalam layanan; serta ketersediaan media komunikasi seperti televisi; keterbukaan dalam hal biaya resmi; kedisiplinan jam kerja; dan kecepatan dan ketepatan penyelesaian layanan. Kemampuan rata-rata aparatur pemerintah desa dalam teknis pelayanan publik yang sebesar 71,24. Nilai tertinggi kemampuan teknis pelayanan publik adalah kemudahan dan tidak berbelit-belit dalam pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (76,85%). Kemampuan yang kurang optimal adalah informasi terkait biaya resmi pelayanan yang terpampang di poster, website, whatsapp desa. Hal ini berarti bahwa para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo masih memiliki kemampuan yang masih lemah dalam memanfaatkan teknologi yang ada. Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas cenderung semakin menguat. Untuk itu, kemampuan dalam menguasai teknologi guna mempermudah pelayanan publik menjadi hal terpenting yang perlu diperhatikan.
Kemampuan teknis anggaran meliputi teknis penyusunan rencana anggaran pendapatan belanja desa, penatausahaan penerimaan belanjan dan pembiayaan keuangan desa, teknis penyusunan dokumen laporan pertanggungjawaban keuangan desa, dan laporan kinerja keuangan desa. Kemampuan aparatur pemerintah desa dalam teknis anggaran termasuk kategori rendah (66,41). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kelemahan para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo terletak pada kemampuan teknis menyusun laporan yang berbasis kinerja keuangan desa. Meski kemampuan teknis laporan berbasis kinerja keuangan termasuk agak tinggi (67), namun masih kurang optimal. Lemahnya laporan berbasis kinerja keuangan yang disusun aparatur desa mengindikasikan bahwa mereka lebih meperhatikan proses perencanaan jika dibandingkan ukuran yang dapat dijadikan dalam meningkatkan suatu kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa.
Indikator yang dijadikan untuk mengukur kemampuan teknis operasionalisasi teknologi informasi komunikasi diantaranya adalah operasionalisasi office seperti excell, ms-word; internet beserta media sosialnya seperti facebook, tweeter, instagram; dan blog. Kemampuan aparatur pemerintah desa dalam teknis operasionalisasi teknologi komunikasi termasuk kategori rendah (68,52). Persentase terbesar kemampuan teknis penggunaan komputer dan internet terletak pada indikator keterampilan mengoperasikan office ms-word, yaitu 72,60% dan email 70,55%. Persentase terkecil berada pada kemampuan membuat ataupun mengisi informasi potensi desa di blog desa, yaitu sebesar 60%. Hal ini mengindikasikan bahwa aparatur pemerintah desa kurang memiliki kreativitas dalam mengoprasionalkan teknologi informasi melalui blog Desa. Ketidakmampuan para aparatur pemerintah desa di Kabupaten Sidoarjo dalam mengoprasionalkan blog desa juga dapat menyebabkan kegagalan dalam mewujudkan akuntabilitas pemerintahan desa. Karena secara konseptual akuntabilitas dapat diwujudkan melalui informasi publik secara transparan dan masyarakat dapat mengaksesnya lebih mudah. Oleh karena itu, kemampuan mengoprasionalkan internet melalui Blog desa sangat dibutuhkan demi penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik (Good Governance).
Dari paparan mengenai kemampuan teknis aparatur desa di Kabupaten Sidoarjo dapat dijelaskan bahwa kemampuan teknis yang belum optimal adalah teknis perencanaan pembangunan desa, teknis administrasi, penyusunan anggaran, dan penggunaan aplikasi komputer. Untuk kemampuan teknis pelayanan publik, kompetensi ini memiliki nilai yang baik meski belum optimal. Secara umum kemampuan para aparatur pemerintah desa se-Kabupaten Sidoarjo terkait dengan kemampuan teknis masih kurang baik dengan nilai rata-rata sebesar 67,87%. Hal tersebut dapat diperhatikan seperti pada Tabel 5.
No |
Kemampuan Teknis Aparatur Desa |
% |
1 |
Kemampuan teknis administrasi |
67,89 |
2 |
Kemampuan teknis perencanaan pembangunan |
65,38 |
3 |
Kemampuan teknis pelayanan publik |
71,24 |
4 |
Kemampuan teknis penyusunan anggaran |
66,30 |
5 |
Kemampuan teknis operasionaliasi teknologi komunikasi |
68,52 |
|
Kategori |
67,87 (KURANG MAMPU) |
Sumber : Pengolahan Data Primer
Yang dimaksudkan kinerja dalam kertas kajian ini adalah hasil kerja yang dicapai aparatur pemerintah desa dalam menyelesaikan tugas dalam periode tertentu dan tujuan yang telah ditetapkan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja diantaranya adalah bertanggung jawab dengan tugas yang dibebankan; disiplin kerja dan waktu; mampu bekerja, bekerjasama, dan berkoordinasi; berkomitmen, berpegang pada nilai-nilai kejujuran dan dapat dipercaya; tidak melakukan pungutan di luar biaya yang telah ditetapkan; dan berinovasi.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa kinerja aparatur desa di Kabupaten Sidoarjo termasuk kategori baik dengan persentase sebesar 77,04. Skor tertinggi berada pada kejujuran dan dapat dipercaya serta berkomitmen dalam menjalankan tugas yang diembannya, yaitu sebesar 79,32% dan 79,18%. Skor terendah pada kinerja untuk tidak melakukan maladministrasi/pungutan di luar ketentuan yang berlaku berdasarkan peraturan, yaitu 70,96%.
No |
Kinerja Aparatur Desa |
% |
1 |
Mampu bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan |
77,95 |
2 |
Mampu menegakkan disiplin kerja baik terhadap diri sendiri maupun teman sejawat dan bawahan dalam melaksanakan tugas |
77,81 |
3 |
Mampu menegakkan disiplin waktu pada saat dan pulang kerja sesuai ketentuan yang berlaku sebagai aparatur sipil desa |
77,40 |
4 |
Memiliki kemampuan untuk bekerja, bekerjasama, berkoordinasi dengan teman sejawat ataupun bawahan sebagai aparatur sipil desa |
79,18 |
5 |
Memiliki komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi |
79,18 |
6 |
Mampu menegakkan nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan yang diamanatkan masyarakat dalam menjalankan tugas |
79,32 |
7 |
Tidak pernah meminta biaya tambahan di luar ketentuan yang berlaku dalam memberikan layanan administrasi kependudukan, pertanahan, ataupun surat keterangan |
70,96 |
8 |
Selalu berinovasi dalam melaksanakan tugas untuk mencapai hasil yang maksimal |
74,52 |
|
Kategori |
77,04 (TINGGI) |
Kinerja Aparatur Desa beserta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Terdapat tiga kompetensi yang diduga berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa (Y), yaitu kompetensi dasar (X1), kompetensi manajemen (X2), dan kompetensi teknis (X3). Hasil uji F terhadap ketiga variabel bebas tersebut memperlihatkan bahwa secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa dengan Fhitung (20,460) lebih besar dari signifikansi F (0,000). Besaran pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap kinerja aparatur desa ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 28,8. Sedangkan sisanya 71,2% dipengaruhi faktor lain yang tidak dimodelkan dalam penelitian (lihat Tabel 7).
Secara parsial faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja aparatur adalah kemampuan manajemen dan kemampuan teknis. Hasil pengujian t memperlihatkan bahwa kontribusi pengaruh kemampuan manajemen terhadap kinerja aparatur desa sebesar 8% dengan signifikansi thitung 0,011 lebih kecil daripada signifikansi alpha (0,05). Ini berarti semakin meningkat kemampuan manajemen yang dimiliki individu semakin meningkat kinerja seseorang sebesar 7,2%. Sedangkan kontribusi pengaruh kemampuan teknis sebesar 4,2% dengan signifikansi thitung 0,014 lebih kecil daripada signifikansi alpha (0,05). Artinya, semakin meningkat kompetensi teknis yang dimiliki aparatur desa semakin meningkat pula kinerja aparatur sebesar 4,1%.
Dari paparan tersebut dapat dijelaskan bahwa kompetensi dasar yang berupa 1) pengetahuan dan pemahaman aparatur desa tentang regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan desa, serta tugas pokok dan fungsi perangkat desa; 2) kemampuan manajemen, dan 3) kompetensi teknis berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa. Beberapa kajian juga menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia memiliki kontribusi dalam peningkatan kinerja pegawai (Pramudyo, 2010:8-9; Sriwidodo & Haryanto, 2010:54; Winanti, 2011:257; Hartandi, 2013:i; Rahmah, 2014:30; Kolibácová, 2014:1315; Suhartini, 2014:61; Martha & Pramusintho, 2015:529; Herawati, 2019:90;Rostarina, 2016:1; Fadhil, 2016:71; Riyanda, 2017:61; Pramularso, 2018:40; Rahmat Sabuhari, 2018:137; Rahmisyari, 2017:48). Variabel kompetensi yang digunakan oleh peneliti tersebut memiliki perbedaan dengan kompetensi yang ada pada penelitian ini. Kompetensi dalam penelitian ini merupakan terdiri dari tiga variabel, yaitu kompetensi dasar, kemampuan manajamen, dan kompetensi teknis. Sedangkan kompetensi yang digunakan para peneliti tersebut merupakan satu variabel tersendiri baik sebagai variabel bebas yang mandiri maupun dengan variabel lainnya.
No |
Variabel |
Koefisien Regresi |
t hitung |
Sig. |
|
1 2 3 4 |
Konstan Kompetensi dasar (X1) Kompetensi manajemen (X2) Kompetensi teknis (X3) |
5,976 ,017 ,072 ,042 |
2,952 1,090a 2,574 2,958 |
,004 , 278a ,011 ,004 |
|
Keterangan: |
|
|
|
||
n : 147 Responden |
R : 0,545 |
R Square : 0,297 |
Adj.R Square: 0,288 |
||
F hitunga : 20,460 F hitung : 29,463 |
dfa = 3 df = 2 |
Sig F : 0,000 |
Sig α : 0,05 |
||
Distribusi data : normal |
|
|
|
|
|
Durbin – Watson : DW>DU = 2,168 > 1,611 (tidak ada autokorelasi) |
|||||
Persamaan model : Y= 5,976 + 0,17X1 + 0,080 X2 + 0,041 X3 Predictors: (constant), Kompetensi Manajemen (X2), Kompetensi Teknis (X3) Variabel dependent : kinerja (performance) |
Sumber : Pengolahan Data Primer dengan Analisis Regresi metode Backword
Berbeda halnya dengan kajian yang dilakukan Dhermawan, Sudibya, & Utama, (2012:181) yang mengatakan bahwa kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Martha & Pramusintho (2015:529) menyatakan bahwa secara parsial kompetensi tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Kedua penelitian tersebut tidak menjelaskan jenis kompetensi yang dimodelkannya karena hanya ada satu kompetensi sebagai salah satu variabel. Sementara penelitian ini memperlihatkan adanya tiga jenis kompetensi, yaitu, kompetensi dasar, manajemen, dan teknis. Dari ketiga jenis kompetensi yang ada berdasarkan hasil uji t, secara parsial, kompetensi yang berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa adalah kompetensi manajemen dan kompetensi teknis. Sedangkan kompetensi dasar tidak berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa. Tidak berpengaruhnya kompetensi dasar terhadap kinerja aparatur desa karena frekuensi pelatihan terkait dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman kompetensi dasar tersebut relatif masih kurang, yaitu hanya 51,7 persen (lihat Grafik 1). Namun, secara bersama-sama ketiga kompetensi tersebut berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa di Kabupaten Sidoarjo. Secara teoretis seperti yang disampaikan oleh Boyatzis yang dikutip oleh Rostarina (2016:4) dan Bücker & Poutsma (2010:832) bahwa kompetensi memiliki hubungan dengan kinerja unggul dan efektivitas dalam pekerjaan.
Dari paparan tersebut di atas dapat disampaikan bahwa kebaruan penelitian ini adalah sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dasar, kemampuan manajemen, dan kompetensi teknis yang mumpuni dapat memperlihatkan karakteristik kinerja yang tinggi. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki individu, semakin efektif pula kinerja seseorang.
KESIMPULAN
Aparatur pemerintah desa di Kabupaten Sidoarjo memiliki kompetensi dasar mengenai regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan desa, serta tugas pokok dan fungsi aparatur desa. Kompetensi manajemen yang dimiliki aparatur pemerintaha desa melingkupi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, pelayanan publik, dan asset. Kemampuan aparatur pemerintah desa dalam hal-hal yang bersifat teknis, seperti administrasi desa, teknis perencanaan, pelayanan publik, penyusunan anggaran, dan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga kemampuan aparatur desa masih tergolong kurang baik. Kemampuan paling lemah dari aparatur pemerintah desa adalah teknis perencanaan pembangunan desa. Begitu halnya dengan pelayanan yang diberikan aparatur desa kepada masyarakat masih kurang baik.
Kinerja aparatur pemerintah desa yang meliputi kedisiplinan; tanggung jawab, kemampun untuk bekerja, kerjasama, koordinasi; dapat dipercaya dan jujur, tidak melakukan pungutan di luar ketentuan biaya yang telah ditetapkan menunjukan kualitas yang berkategori tinggi (77,04). Dari tiga kompetensi yang paling berpengaruh terhadap kinerja aparatur pemerintahan desa adalah kompetensi manajemen dan keahlian teknis. Sedangkan kompetensi dasar yang menjadi basis pemahaman mengenai regulasi desa, dasar-dasar pemerintahan, beserta tugas pokok dan fungsinya tidak berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa.
Pola pengembangan kompetensi aparatur desa yang direkomendasikan dalam kajian ini adalah perlu adanya peningkatan melalui pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan kemampuan teknis perencanaan, penyusunan anggaran, administrasi, maupun aplikasi komputer dan internet. Sedangkan untuk kemampuan manajemen yang perlu di-upgrade adalah kemampuan dalam mengelola aset dan keuangan desa. Perlunya peningkatan kualitas pelayanan serta pengadaan sarana dan prasarana yang terstandarisasi di setiap desa agar masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang diberikan aparatur desa. Perlu adanya monitoring dan evaluasi kualitas pelayanan di setiap desa guna mengukur tingkat keberhasilan tatalaksana pemerintahan desa yang baik (good governence). Perlu adanya penilaian kualitas pelayanan dan tatalaksana pemerintahan yang baik di desa yang dapat dilaksanakan setiap dua tahun sekali.
PENDANAAN
Pendanaan untuk publikasi hasil penelitian ini menggunakan dana pribadi penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sidoarjo sehingga artikel ini dapat selesai dan dipublish di JKMP.