THE GREEN POLITICAL PERSPECTIVE IN COASTAL AREA MANAGEMENT POLICY IN JENU SUB DISTRICT, TUBAN REGENCY
ABSTRACT
This study aims to describe the green political view of coastal area management in Jenu sub-district, Tuban Regency. The location is in Jenu sub-district, Tuban district, with a research focus on the coastal area of the Jenu sub-district, Tuban district. By using a green political perspective, qualitative methods and in-depth interviews, direct observation and documentation in the data. The research informants were the administrators of the Tuban Mangrove Center, the District Government of Jenu, Tuban Regency, the Environmental Service of Tuban Regency, the Department of Fisheries and Animal Husbandry of Tuban Regency, and the people living in the coastal area of Jenu sub-district. The results showed that from a green political perspective, the management of coastal areas in Jenu sub-district, Tuban district, has not met the goals and targets that are expected to increase economic growth without destroying the natural and social ecosystems of the coastal area. Efforts to exploit coastal areas by illegal mining of sea sand and reclamation to build several infrastructures have resulted in natural damage in the form of shoreline retreat, accretion and abrasion. The Tuban regency government, with the AMDAL permit that has been issued, is part of the cause of the damage to the coastal area of the Jenu Tuban sub-district today.
Keywords
Green political perspective, coastal area management, Jenu Tuban sub-district
Keywords
PENDAHULUAN
Kawasan pesisir merupakan wilayah yang sangat penting dan strategis bagi Negara Indonesia, karena Negara ini merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km (Rositasari, 2001). Di sepanjang garis pantai ini terdapat wilayah pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati, sumber daya buatan, serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu kota pesisir di kawasan Pantai Utara (Pantura) dengan panjang pantai 61 KM (Joesidawati, 2016a), yang 25% wilayahnya merupakan kawasan pesisir. Dari dua puluh kecamatan yang ada, ada lima wilayah yang berbatasan dengan laut Jawa, yaitu kecamatan Bancar, Tambakboyo, Jenu, Tuban dan Palang. Kelima kecamatan tersebut merupakan penghasil sektor perikanan, baik perikanan tangkap, perikanan budidaya, maupun pengolahan hasil perikanan. Selain itu, kawasan pantai-pantai di kecamatan Bancar, Tambakboyo, Jenu, Tuban dan Palang memiliki hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reef), dan lamun (sea grass) sebagai potensi sumberdaya pesisir. Meskipun masing-masing wilayah dengan cakupan luas yang berbeda-beda. Potensi tersebut menarik banyak pihak untuk mengeksplorasi, sebagai pariwisata, industri, pelabuhan, perikanan, serta kawasan tempat tinggal yang penting bagi manusia dan segala aktivitasnya.
Kawasan pesisir kecamatan Jenu merupakan pantai yang sangat landai, dengan pemanfaatan sebagai pemukiman baru (5%), pelabuhan (12%), kota pesisir/kegiatan usaha penduduk/sawah (44%), pantai reklamasi (1%), tambak (30%), dan hunian wisata (7%) (Joesidawati, 2016).
Secara ekonomi, kawasan pesisir di kecamatan Jenu telah dieksplorasi sedemikan rupa sehingga terdapat beraneka ragam kegiatan perekonomian di sepanjang pantai. Ada beberapa aset penting yang dibangun di sepanjang kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban. Seperti Pelabuhan khusus PT. Semen Indonesia (desa Socorejo), Jetty PT. Semen Indonesia Group (desa Socorejo), terminal khusus PT.Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) (desa Remen), Terminal Transit Utama (TTU) Tuban milik PT.Pertamina (desa Remen), PLTU Tanjung Awar Awar (desa Wadung), Wisata Kambang Putih Park di kompleks terminal wisata laut Kambang Putih Tuban (desa Sugihwaras), pantai Cemara (desa Sugihwaras), pantai Sunan Bonang (desa Sugihwaras), Mangrove Center Tuban (desa Jenu) dan pantai pasir putih (desa Remen), adalah beberapa obyek hasil eksplorasi kawasan pesisir di kecamatan Jenu Tuban.
Sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pesisir di kecamatan Jenu Tuban, juga dilakukan reklamasi pantai. Pelabuhan khusus PT. Semen Indonesia, pelabuhan khusus PT. Holcim Indonesia, Jetty PT. Semen Indonesia Group, terminal khusus PT.Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Terminal Transit Utama (TTU) Tuban milik PT.Pertamina, jetty PLTU Tanjung Awar Awar, dan Terminal Wisata Kambang Putih Tuban adalah beberapa lokasi yang dibangun dengan melakukan reklamasi pantai kecamatan Jenu Tuban.
Reklamasi pada pesisir pantai desa Sugihwaras untuk pembangunan terminal wisata Kambang Putih sendiri telah menyebabkan garis pantai pada pesisir pantai mengalami kemajuan ke arah laut. Selain itu, reklamasi pantai juga mempercepat proses akresi maupun abrasi laut di kanan kiri daerah reklamasi (Fathimah, 2015). Akibat pembangunan terminal wisata Kambang Putih, pantai desa Sugihwaras mengalami akresi dengan laju rata-rata 23,62 m/tahun ( (Fuad, Yunita, Kasitowati, Hidayati, & Sartimbul, 2019).
Perubahan wilayah pesisir kecamatan Jenu dengan terjadinya abrasi, akresi, serta kemunduran garis pantai akibat reklamasi, masih ditambah dengan kenaikan muka air laut yang dipicu oleh perubahan iklim. Perubahan alam ini juga mengakibatkan kemunduran garis pantai. Kemunduran garis pantai merupakan masalah yang paling signifikan dari pesisir kabupaten Tuban karena menyebabkan pantai rentan terhadap erosi. Kerentanan ini akan semakin meningkat dengan adanya kegiatan manusia berupa penambangan pasir dan reklamasi pembangunan dermaga (Joesidawati, 2017). Pada periode 1972-2015, garis pantai di kabupaten Tuban mengalami kemunduran rata-rata sekitar 650.11 m, dan kecamatan Jenu mengalami kemunduran sepanjang 946,88 meter (Joesidawati, 2016).
Sebagai wilayah yang menjadi lokasi banyaknya kegiatan perekonomian, pantai kecamatan Jenu rentan terancam kelestariannya jika abrasi, akresi dan kemunduran garis pantai tidak segera diatasi. Kerusakan sumberdaya pesisir merupakan masalah yang penting bagi wilayah ini, karena akan berdampak pada ekosistem pesisir secara keseluruhan. Karenanya perlu diperhatikan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir. Pembiaran saja akan menimbulkan keterancaman pada ekosistem yang ada di kawasan pesisir. Dampak yang paling ekstrim adalah hilangnya kawasan pesisir akibat tergerus limpasan ombak serta berbagai aktivitas manusia yang tidak peduli pada kelestarian lingkungan. Karena itulah perlu upaya yang signifikan dan menyeluruh dari Pemerintah guna menjamin keberlanjutan kehidupan di wilayah pesisir di Kabupaten Tuban.
Berdasarkan paparan diatas, maka riset ini diarahkan untuk dapat menjawab pertanyaan bagaimana perspektif politik hijau terhadap pengelolaan kawasan pesisir di kecamatan Jenu Kabupaten Tuban.
METODE PENELITIAN
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif, dimana bermaksud untuk memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan fokus yang mendalam dan rinci (Suyanto, 2015). Informan penelitian dipilih secara purposive meliputi : (a) informan kunci : Pengurus Mangrove Center Tuban dan Pemerintah kecamatan Jenu Kabupaten Tuban, (b) informan utama : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tuban, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tuban, dan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir kecamatan Jenu (c) informan tambahan : BPS kabupaten Tuban.
Lokasi penelitian di kecamatan Jenu kabupaten Tuban yang terletak antara laut Jawa di sebelah utara, kecamatan Tambakboyo di sebelah barat, kecamatan Tuban di sebelah timur, dan kecamatan Merakurak di sebelah selatan. Sedangkan fokus penelitian adalah kawasan pesisir di kecamatan Jenu kabupaten Tuban.
Teknik pengumpulan data menggunakan alur yang dibuat oleh Creswell (2010). Dimulai dari identifikasi lokasi atau individu-individu yang sengaja dipilih, observasi, wawancara, dan mengumpulkan dokumen-dokumen. Analisis dan interpretasi data dilakukan secara kualitatif, dengan alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Matthew & Huberman, 1992) . Pada tahap pengolahan data yang telah terkumpul kemudian dikategorikan dan di kualifikasikan berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penulisan, selanjutnya disusun secara sistematis Pada tahap analisis, data yang telah dikategorikan dan dikualifikasikan kemudian dianalisa agar sebuah fenomena memiliki nilai politis, akademis dan ilmiah, dan selanjutnya diadakan penafsiran data untuk menghasilkan simpulan tentang permasalahan yang diajukan sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban terletak di jalan Tuban – Semarang dan masuk dalam cakupan Jalan Raya Pos yang dibangun gubernur Daendels. Wilayah ini pada tahun 1970-an merupakan lokasi dengan banyak tumbuhan kelapa. Vegetasi pohon kelapa sendiri merupakan bagian dari penjagaan alam atas gelombang pasang air laut, sehingga tidak terjadi erosi. Secara hukum alam, keberadaan pohon kelapa juga dilengkapi dengan banyaknya bajing kelapa (Callosciurus notatus). Adanya bajing kelapa merupakan pengusir kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) yang merupakan hama utama pohon kelapa. Sifat rakus manusia yang memburu bajing kelapa membuat kumbang tanduk merajalela. Sehingga puluhan pohon kelapa yang membentang di sepanjang pesisir kecamatan jenu mati semua. Sehingga ketika terjadi terjangan ombak besar setinggi 80-100 meter pada tahun 1980, beberapa insfrastruktur di pantai kecamatan Jenu banyak yang rusak.
Pada tahun 1981 mulai muncul upaya untuk melakukan penyelamatan kawasan pesisir di kecamatan Jenu Tuban yang saat itu kondisinya rusak berat. Berangkat dari keprihatinan dengan rusaknya kawasan pesisir kecamatan Jenu, menggerakkan H. Ali Mansyur sebagai warga asli desa Jenu kecamatan Jenu Tuban untuk bergerak. Dengan asumsi bahwa faktor dominan penyebab kerusakan kawasan pesisir kecamatan Jenu terletak pada manusianya, sedangkan secara individu Ali Mansyur belum memiliki kemampuan untuk mengajak orang lain merawat pantai, maka dilakukanlah upaya secara mandiri. Dari 1,2 ha tanah di kawasan pesisir desa Jenu yang ia miliki, Ali Mansyur bergerak menyelamatkan pantai utara Jenu.
Pada mulanya Ali Mansyur mencoba membuat penghijauan dengan menanam tanaman holtikultura, cemara, bogem, api-api, yang dapat dipakai untuk mencegah abrasi laut. Penanaman beberapa tanaman ini dilakukan dengan biaya sendiri dan bantuan pekerja dalam pengerjaannya. Dirasa mulai memperlihatkan hasil, mulailah dilakukan penanaman mangrove di sekitar pantai desa Jenu, kecamatan Jenu kabupaten Tuban. Dari waktu ke waktu, pohon-pohon yang ditanam Ali Manyur mulai tumbuh subur. Selain tanaman mangrove, mulai dikembangkan pula penanaman pohon cemara udang dengan berbagai varietasnya.
Apa yang diupayakan oleh ali Mansyur menuai hasilnya. Tahun 1997 kawasan pesisir kecamatan Jenu yang dulunya rusak berat itu telah berubah menjadi lokasi yang hijau dan indah. Melihat hasil yang menggembirakan, di tahun yang sama, Ali Manyur mulai menggerakkan warga di desa Jenu untuk melakukan penghijauan pantai dengan membentuk Kelompok Tani Wana Bahari.
Seiring dengan mulai hijaunya kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban, berdirilah beberapa infrastruktur di lokasi tersebut. Tahun 1994 mulai berdiri pabrik Semen Indonesia project Tuban 1, dilanjutkan tahun 1997 dengan Tuban 2, Tuban 3 tahun 1998 dan Tuban 4 di tahun 2012. Berdirinya pabrik semen Indonesia ini dibarengi dengan pembangunan Pelabuhan khusus dan jetty PT. Semen Indonesia di desa Socorejo kecamatan Jenu. Proses pembangunan kedua sarana tersebut harus mengorbankan pantai Jenu untuk direklamasi.
Gempuran pembangunan insfrastruktur di kawasan pesisir kecamatan Jenu terus berlangsung. Pembangunan Terminal khusus PT.Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di desa Remen, Terminal Transit Utama (TTU) Tuban milik PT.Pertamina di desa Remen, jetty PLTU Tanjung Awar Awar di desa Wadung, serta Terminal Wisata Laut Kambang Putih Tuban di desa Sugihwaras adalah beberapa pembangunan yang mengabaikan kelestarian kawasan pesisir. Obyek-obyek ini mengorbankan kawasan pesisir dengan melakukan pembuatan daratan baru.
Pembangunan Pelabuhan Khusus PT. Semen Indonesia di desa Socorejo dan Pelabuhan Khusus PT. Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) di desa Remen, memberikan pengaruh terhadap perubahan garis pantai di kecamatan Jenu. Pembangunan tersebut menyebabkan akresi di desa Remen dengan rata-rata jarak akresi 191,86 meter dan rata-rata laju akresi sebesar 18,57 m/tahun. Sedangkan pembangunan Terminal Wisata Kambang Putih di desa Sugihwaras Jenu memiliki dampak penambahan daratan (akresi) dengan rata-rata jarak sebesar 242,54 meter dan rata-rata laju akresi per tahunnya sebesar 23,62 meter (Fuad et al., 2019).
Proses akresi ini ditambah lagi dengan abrasi yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan pasir di sekitar kawasan pesisir desa Remen, Sugihwaras dan Mentosa. Abrasi paling besar terjadi di desa Mentosa, dengan rata-rata jarak abrasi 108,73 meter dan laju abrasi rata-rata per tahunnya sebesar 10,59 meter (Fuad et al., 2019).
Proses akresi dan abrasi mengakibatkan kondisi pantai menjadi tidak seimbang dan berdampak pada kerusakan di kawasan pesisir. Akresi dapat mengakibatkan terjadinya penutupan muara sungai sehingga menimbulkan banjir. Sedangkan abrasi dapat menyebabkan kerusakan pada akses jalan, bangunan di sekitar pesisir (rumah, pabrik, fasilitas pelabuhan), area persawahan, area pertambakan, dan area rekreasi pantai (Fuad et al., 2019).
Tidak peduli dengan proyek pembangunan infrastruktur di kawasan pantai Jenu, upaya Ali Mansyur untuk menghijaukan kawasan pesisir terus berjalan. Pada tahun 1998 mulai terbentuk kelompok-kelompok tani dengan aktivitas yang sama, penghijauan pantai di beberapa wilayah di Kabupaten Tuban. Pada tahun 2000, organisasi ini berkembang menjadi LSM Forum Komunikasi Pecinta Lingkungan Pesisir Pantai Tuban (FKPLPPT) dengan anggota 12 (dua belas) kelompok tani. Dan di tahun 2005 FKPLPPT Kabupaten Tuban sudah menjadi sebuah Forum pecinta Lingkungan dengan cakupan wilayah nasional.
Untuk semakin menguatkan upaya pelestarian kawasan pesisir, pada tahun 2005 Ali Mansyur mendirikan yayasan Mangrove Center Tuban (MCT). Lembaga ini adalah perubahan dari Forum Komunikasi Peduli Lingkungan Pesisir Pantai Tuban (FKPLPPT), yang sudah berkembang cukup pesat di seluruh Indonesia. Mangrove Center Tuban telah resmi menjadi Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) dan menjadi sebuah laboratorium alam pantai utara, obyek wisata yang mendidik, tempat latihan kepemimpinan dan area perkemahan nasional. Para aktifis pendidikan yang memanfaatkan area ini banyak belajar tentang bagaimana proses pembibitan, penanaman, dan tentang konservasi lingkungan.
Yayasan Mangrove Center Tuban telah berhasil menghijaukan 6 (enam) KM wilayah Kecamatan Jenu dan 16 (enambelas) KM wilayah Kabupaten Tuban. Atas dedikasinya ini, Pemerintah menganugerahkan beberapa penghargaan kepada H. Ali Mansyur. Penghargaan Kader lingkungan dari provinsi Jawa Timur tahun 2010, penghargaan Kader lingkungan dari Pemkab Tuban tahun 2007, penghargaan Kader lingkungan dari Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011, Kalpataru tingkat nasional tahun 2012, Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat dari Kementrian Kehutanan serta Pertamina Award tahun 2016.
Politik hijau menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang bersifat eksponen dan berlangsung sepanjang dua abad terakhir merupakan penyebab utama krisis lingkungan yang ada sekarang ini (Burchill & Linklater, 2009). Hal ini selaras dengan apa yang terjadi di kecamatan Jenu kabupaten Tuban.
Industrialisasi mulai ditancapkan di kabupaten Tuban pada tahun 1994 dengan berdirinya pabrik Semen Indonesia yang diiringi dengan pembangunan pelabuhan khusus dan jetty di kawasan pesisir kecamatan Jenu. Diikuti kemudian dengan berdirinya Terminal khusus PT.Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Terminal Transit Utama (TTU) Tuban milik PT. Pertamina, jetty PLTU Tanjung Awar Awar, serta Terminal Wisata Laut Kambang Putih Tuban, yang kesemuanya dengan mengorbankan kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban.
Wajah kota Tuban tahun 1990-an dengan sekarang sangat berbeda. Harus diakui bahwa industrialisasi telah memacu pertumbuhan ekonomi dan mengubah wajah kabupaten Tuban menjadi lebih “metropolis” daripada sebelumnya. Walaupun itu banyak ditopang oleh dinamisnya warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang baru berdiri di Tuban. Sisi positifnya adalah, berdirinya banyak pusat perbelanjaan, lembaga-lembaga pendidikan swasta dengan tingkat kompetisi yang cukup tinggi, atau jalan raya yang mulai padat dengan kendaraan beroda empat, yang itu menjadi sebuah simbol bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi di Tuban. Sedangkan sisi negatifnya, lingkungan hidup sebagai tempat dimana manusia mencari penghidupan mulai berkurang kelestariannya. Industrialisasi di Tuban telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, khususnya kawasan pesisir.
Kemunduran garis pantai, akresi dan abrasi adalah efek nyata yang telah ditimbulkan oleh industrialisasi yang telah menyentuh kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban. Lalu, dimanakah peran pemerintah dalam hal ini, ketika industrialisasi terus berlangsung dan membuat lingkungan hidup terusik kelestariannya? Secara kebijakan, pemerintah kabupaten Tuban telah menyetujui berdirinya beberapa proyek-proyek industri tersebut melalui ijin AMDAL yang dikeluarkannya. Walaupun dalam beberapa kasus, ijin AMDAL banyak menuai protes dan kontroversi. Seperti yang diungkapkan oleh B Burchill et al. (2009), bahwa Negara merupakan bagian dari dinamika masyarakat modern yang menyebabkan krisis lingkungan saat ini. Struktur-struktur yang sudah ada adalah dasar utama munculnya krisis lingkungan. Karena itu struktur ekonomi-sosial-politik memerlukan perubahan dan perhatian yang lebih utama.
Dalam pandangan politik hijau, pembangunan dilaksanakan dengan adanya jaminan kelestarian lingkungan bagi generasi selanjutnya, maka titik utama pada penggunaan lingkungan adalah adanya pembangunan yang berkelanjutan yang sifatnya jangka panjang. Bahkan ilmuwan politik hijau aliran Marxian dalam ekonomi ekologi menyebutkan bahwa penyebab ketidakseimbangan lingkungan bagi manusia adalah kekuatan kapital yang memegang modal. Didukung oleh adanya kebijakan pemerintah (state) yang lebih menguatkan posisi kapital dan melemahkan posisi rakyat. Dengan kata lain tidak mungkin state pro-ekologi karena state bekerja sama dengan korporasi sebagai pelaku ekonomi.
Pembangunan beberapa infrastruktur yang terjadi kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban memang menguntungkan secara ekonomi dan mensejajarkan kota ini dengan kabupaten Bojonegoro yang kaya minyak. Diharapkan masyarakatnya bisa menjadi bagian dari industrialisasi dan mendapatkan penghidupan yang lebih layak, karena warga di sekitar lokasi bisa meraup rupiah di sana. Pada kenyataanya, pembangunan di kawasan pesisir hanya dinikmati oleh segelintir orang. Warga lokal dengan segala keterbatasannya menjadi dibatasi untuk bisa mengakses wilayah tersebut. Akhirnya pembangunan memagari atau mengubah ruang publik menjadi hak kepemilikan pribadi. Sehingga menjadikan keputusan menjauh dari mereka yang tergantung pada sumber daya lokal. Konsekuensinya, akses terhadap sumber daya terpusat di tangan segelintir orang (Burchill et al., 2009).
Kondisi kerusakan kawasan pesisir di kecamatan Jenu kabupaten Tuban adalah kesalahan korporasi dan kelalaian dari masyarakat yang tidak memahami bagaimana melindungi kawasan pesisir sebagai bagian dari alam untuk menunjang kehidupan masa depan mayarakat. Tindakan reklamasi pantai dan perilaku mengambil pasir pantai untuk mendapat manfaat ekonomis adalah tindakan merusak alam secara perlahan dan dampaknya dirasakan sendiri oleh masyarakat saat ini. Tindakan individu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup memang didukung oleh teoritisi politik hijau. Akan tetapi tindakan tersebut tidak boleh mengabaikan keseimbangan ekologi dan harmoni sosial. Karenanya perkembangan ekonomi, penggunaan teknologi baru, dan kebijakan fiskal ikut bertanggung jawab terhadap generasi mendatang yang akan mewarisi hasil dari tindakan saat ini (Goodin, 2013).
Pendekatan politik hijau menegaskan bahwa kelompok-kelompok kepentingan yang bermunculan di sekitar masalah lingkungan merupakan kelompok yang sangat mengedepankan kepentingan masyarakat umum. Mereka tidak mengedepankan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Di sisi lain, independensi terjaga dengan jelas karena ada garis batas antara kelompok mereka dengan kekuasaan (Apriwan, 2009).
Meskipun tetap menjaga aktivasnya untuk tidak terlibat dalam ranah kekuasaan, Mangrove Center Tuban telah dipercaya tidak hanya oleh warga di kawasan pesisir untuk bersama-sama melestarikan lingkungan namun juga oleh Pemerintah Kabupaten Tuban untuk fokus menjaga kelestarian pesisir khususnya di wilayah kecamatan Jenu. Perhatian Pemda Tuban berupa permintaan pendapat dalam setiap program-program kerja dari dinas lingkungan hidup, kehutanan atau pertanian. Posisi Mangrove Center Tuban adalah mengawal secara teknis program-program pemerintah tersebut, sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lain.
KESIMPULAN
Sumber daya alam dikelola dan dikembangkan tidak hanya untuk kebutuhan suatu masyarakat atau pemerintah saja, akan tetapi semua masyarakat secara keseluruhan juga berhak menikmati termasuk masyarakat dalam arti generasi selanjutnya. Kawasan pesisir merupakan sumber daya alam yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, karena fungsinya sebagai penyangga ekosistem pantai secara keseluruhan. Perubahan yang terjadi pada suatu eksosistem pesisir, cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan lain-lain) pada kawasan pesisir, jika tidak dilakukan secara bijaksana akan merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan laut.
Sebagai Negara pengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan, menjadikan Indonesia lebih mengedepankan target dan sasaran pada pembangunan ekonomi bukan pada perlindungan lingkungan. Sehingga yang utama adalah pencapaian target manusia dan pembangunan, daripada melindungi lingkungan. Akhirnya target utama yang dikejar pemerintah adalah pencapaian pembangunan yang memenuhi kepentingan- kepentingan manusia. Jika demikian wajar saja jika hak lingkungan tidak ditempatkan sebagaimana meskinya.
Dalam perspektif politik hijau, kebijakan pengelolaan kawasan pesisir di kecamatan Jenu kabupaten Tuban belum memenuhi tujuan dan target yang diharapkan yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa merusak ekosistem alam dan sosial kawasan pesisir. Upaya mengambil manfaat dari kawasan pesisir dengan melakukan penambangan pasir laut secara liar serta reklamasi untuk mendirikan beberapa infrastruktur ternyata berakibat rusaknya alam berupa kemunduran garis pantai, akresi dan abrasi. Jaminan kelestarian lingkungan hidup adalah aspek mendasar dalam menentukan arah pembangunan. Untuk mengelola kawasan pesisir kecamatan Jenu Tuban, pemerintah kabupaten Tuban harus mengarah pada cara pandang yang pro lingkungan, agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan.
Pengelolaan kawasan pesisir yang memihak pada kelestarian lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga melibatkan kesadaran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Organisasi lingkungan dalam bentuk apa pun menjadi salah satu lokomotif penggerak kesadaran masyarakat untuk peduli pada lingkungan.
Sebagai organisasi lingkungan, keterlibatan Mangrove Center Tuban tidak hanya menjadi pelopor pelestari, tapi juga membentuk kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan kawasan pesisir. Pencapaian terbesar Mangrove Center Tuban adalah kepercayaan Pemerintah kabupaten Tuban pada lem baga ini untuk fokus pada pelestarian kawasan pesisir.
PENDANAAN
Publikasi penelitian ini menggunakan dana pribadi penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sangat berterima kasih kepada Civitas Akademika Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, karena berkat dukungan yang sangat luar biasa artikel jurnal penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.Penulis juga mengucapkan terima kasih atas perkenannya Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik (JKMP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) bisa mempublikasikan jurnal ini.