THE QUALITY OF HEALTH SERVICE FOR ELDERLY PATIENTS : BETWEEN EXPECTATIONS AND REALITY
ABSTRACT
The development of the elderly population in the city of Surabaya continues to increase in line with the population growth rate. Naturally, the elderly people experience a biological aging process that has an impact on their health. Therefore, health care for the elderly is an urgent problem to find a solution. This study aims to analyze health services for elderly patients using five dimensions of quality service and to analyze the various expectations of elderly patients on the health services received. The method of research is carried out with a qualitative approach. Data were collected by conducting interviews with several specialist doctors, service officers, elderly patients as service recipients. Interviews were carried out by snowballing in the sense that the researchers conducted rolling interviews from one research subject to another, in order to obtain data that was in accordance with the target focus of the study. The results show, first: of the five dimensions of service, there are four dimensions of service that are in the good evaluation criteria, except for the responsiveness dimension. Second, the services provided are not in accordance with the expectations of service recipients, because health services for elderly patients have not been implemented independently. Various health service facilities have been provided, elderly patients cannot enjoy it comfortably and safely, because they are still mixed with general patients.
Keywords
Quality, Public Service, Elderly Health Services
Keywords
PENDAHULUAN
Proses kehidupan manusia menuju lanjutusia (lansia) merupakan sebuah proses kehidupan yang akan dialami oleh setiap orang. Proses menuju lanjutusia, secara alamiah beriring dengan berkurangnya kesempurnaan kondisi fisik, mental dan sosial secara bertahap. Kondisi tersebut, berdampak pada penurunan fungsionalitas dan produktivitas untuk mejalankan berbagai macam tugas yang diembannya. Menurut tinjauan kesehatan, bahwa proses menuju lansiasering disebut dengan proses penurunan kemampuan regeneratif yang terdapat pada berbagai jaringan tubuh manusia, seperti: kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Penurunan kemampuan regeneratifdiasumsikan berakibat pada munculnya berbagai macam penyakit. Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa: proses penuaan menuju lansia menyebabkan berbagai masalah kesehatan dalam menjalankan kehidupan keseharian, diantaranya adalah masalah medis dan sosial (R., 2016) dalam arti kedua masalah ini bisa muncul bersamaan atau bergantian yang tidak bisa dihindarkan; terjadinya perubahan yang meningkat terhadap gangguan syarat atau sering disebut sebagai ganggung neuropsikiatri seperti:demensia yang sering disamakan dengan sakit pikun, akibat penurunan daya ingat (Brayne & Miller, 2017);penyakit parkinson ataupenyakit saraf yang terjadi secara bertahap mengalami penurunan kondisi menjadi memburuk yang selanjutnya mempengaruhi bagian kerja otak yang berfungsi untuk mengoordinasikan gerakan tubuh.Akibatnya, penderita penyakit ini akan kesulitan untuk mengatur gerakan tubuh, akitivitas ketika berbicara, berjalan, dan menulis. Selain itu, studi yang dilaksanakan oleh Fukukawa di Jepang menunjukkanberbagai masalah sosial yang muncul dari kelompok lansia adalah berbagai macam masalahyang dialami oleh orang yang lansiasebagai akibat dari mereka yang hidup sendiri atau berdampingan dengan keluarga (Fukukawa, 2011).
Berbagai macam penyakit yang diderita oleh individu lansia sebagaimana tersebut membutuhkan layanan kesehatan yang serius, baik secara medis maupun pengobatan tradisional sebagaimana yang dilaksanakan di Jepang dan Korea. Sehubungan dengan pentingnya pelayanan kesehatan bagi lansia di Indonesia, maka pemerintah telah menetapkan undang-undang Nomor 13 Tahun 1998,tentang kesejahteraanlanjut usia (lansia). Kesejahteraan pada lansia yang ditentukan pada undang – undang ini merupakan sebuah bentuk penghormatan dan penghargaan kepada mereka agar adanya peningkatan kesejahteraan sosialnya. Berbagai macam penghargaan yang harus diberikan oleh pemerintah pada lansia diataranya adalah pelayanan: keagamaan dan mental spiritual; kesehatan; kesempatan kerja; pendidikan dan pelatihan; kemudahan untuk menggunakan fasilitas, sarana, dan prasarana umum; kemudahan untuk mendapatkan layanan dan bantuan hukum; perlindungan sosial; dan bantuan sosial. Khusus untuk pelayanan kesehatan terhadap lansia, ditujukan untuk memelihara kemampuannya, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi dengan baik.
Implementasi peraturan tentang pelayanan kesehatan bagi lansia atau disebut dengan pelayanan geriatri, dilaksanakan rumah sakit, puskesmas dan posyandu lansia. Menurut data tahun 2019, bahwa jumlah lansia diproyeksikan menjadi 27,5 juta atau 10,3%, dan 57,0 juta jiwa penduduk Indonesia (data BPS, Bappenas, UNFPA, 2018). Sementara jumlah lansia di Jawa Timur sebesar 5.376.672 (13,48%) dari jumlah penduduk sebanyak 39.886.288 jiwa. Sementara di Surabaya jumlah lansia sebesar 266.075 (9,16%) dari jumlah penduduk Surabaya sebesar 2.904.751 jiwa(Badan Pusat Statistik 2015).Kenaikan jumlah lansia di beberapa Kota/Kabupaten di Jawa Timur yang bergerak pada angka 7 sampai dengan 18% tiap tahunnya, termasuk di Kota Surabaya. Berdasarkan data jumlah lansia di Kota Surabaya, sejak pertengahan tahun 2019 sampai dengan bulan Maret 2020 rata-rat berjumlah 65 lansia yang berobat ke Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari, tempat lokasi penelitian. Jumlah penduduklansia yang bersar tersebut tentu membutuhkan pelayanan yang baik. Sehubungan dengan kondisi tersebut kajian ini difokuskan pada bagaimana kesesuaian antara pelayanan kesehatan yang diberikan oleh di RSI Jemursari, dengan harapan yang diterimah oleh lansia sebagai penerima pelayanan.
Kualitas Pelayanan
Pelayanan dapat didefinisikan sebagai deeds, processes, and performances(Zeithaml, Bitner, and Gremler 2010), yang selanjutnya dapat terbagi menjadi beberapa kategori. Berbagai bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh sektor-sektor:perhotelan, transportasi, merupakan sebuah aktivitas pelayanan yang dapat menghasilkan pendapatan untuk institusi. Sementara pelayanan jasayang lebih mementingkan pada pelayanan publik dan pelayanan kepada warga negara seperti pelayanan kesehatandasar merupakan pelayanan yang tidak semata untuk menghasilkan pendapatan bagi sebuah institusi. Pengertian pelayanan di atas yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelayanan merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam sebuah peroses untuk menghasilkan kinerja yang baik atau berkualitas. Proses dalam pelayanan harus dilengkapi dengan sistem operasional dan prosedur, mekanisme, dan bagan alir serta standar lain yang digunakan sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas.
Kualitas pelayanan dalam sebuah proses pelayananyang diberikan kepada penerima pelayanan sesuai denegan standar pelayanan yang telah dibakukan. Proses aktivitas pelayanan dalam menghasilkan performa, senantiasa dinamis, karena berhubungan dengan produk, jasa, manusia, dan lingkungan dimana pelayanan dilaksanakan.Dengan demikian bahwa kualitas palayanan merupakan penilaian yang dihasilkan dari perpaduan antara ekspektasi penyelenggara pelayanan dengan ekspektasi penerima pelayanan(Mustofa, Roekminiati, and Sri Lestari 2019b). Dengan demikian bahwa kualitas pelayanan merupakan sebuahkesan keseluruhan yang dirasakan oleh konsumen atau penerima pelayanan terhadap inferioritas ataupun superioritas organisasi penyelenggara pelayanan dalam memberikan pelayanannya (Mmutle & Shonhe, 2017). Kedua pengertian ini menunjukkan titik temu adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan sebuah kesan yang dipersepsikan baik yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan maupun oleh penerima pelayanan. Semakin tinggi kesamaan persepsi antara penyelenggara dan penerima pelayanan, maka nilai nisbah ini menjadi sebuah keunggulan dari sebuah pelayanan, sekaligus menjadi ukuran dari kualitas sebuah pelayanan. Pada interpretasi lain bahaw keunggulan dari sebuah pelayanan merupakan bentuk nilai – nilai dari sebuah pelayanan yang diberikan kepada penerima pelayanan, yang sekaligus menjadi ukuran dari sebuah hasil dari evaluasi kinerja pelayanan. Dengan demikian sebuah pelayanan dapat dikatakan sebagai pelayanan yang berkualitas, bila pelayanan yang diselenggarakan sudah dapat melampaui harapan dari penerima pelayanan.
Pelayanan Kesehatan Lansia
Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang agak berbeda dengan pelayanan pada publik. Pada aspek tertentu bahwa pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang diperuntukkan bagi publik. Pemerintah sendiri berharap bahwa pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang perlu disediakan oleh pemerintah maupun oleh swasta dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, semua masyarakat diharapkan mendapatkan pelayanan dari penyelenggara pelayanan secara mudah, cepat dan murah sesuai kemampuan yang dimilikinya. Lembaga penyelenggara pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan juga senantiasa mengembangkan pelayanan yang baik untuk menjangkau kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Pada sisi yang lain bahwa implementasi pelayanan kesehatan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pelayanan publik pada umumnya, karena pelayanan kesehatan memiliki keunikan tersendiri. Keunikan yang dimaksud adalahbahwa pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri yaitu: unicertainty, asymetri of information and externality(Mustofa, Roekminiati, and Sri Lestari 2019a).
Uncertainty berarti bahwa pelayanan kesehatan ditujukanuntuk menolong seseorang ketika menghadapi suatu resiko sakitdengan menelan biaya, tetapi tidak ada jaminan akan kesembuhan. Begitu juga untuk memenuhi pelayanan kesehatan di masa akan datang, tidak bisa ditentukan waktu, tempat,dan besaran biaya yang dibutuhkan. Ciri inilah yang kemudian bahwa pelayanan kesehatan dibutuhkan asuransi.Asymmetry of information, menunjuk pada posisi penerimapelayanan berlawanan dengan dokter dan serta penyelenggara pelayanan. Penerima pelayanan pada posisi lemah dan sementaradokter dan provider pada posisi yang kuat, karena memiliki otoritas dalam memperlakukan penerima pelayanan. Externality, merujuk pada pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhisiapa sajauntuk diadakannya, karena kebutuhan pelayanan kesehatan merupakan pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan setiap individu. Akibat dari kondisi ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai pihak, terutama pemerintah.Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayananpublic good yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar di bidang kesehatan, dan penyediaannya bisa dilakukan oleh pemerintah dan swasta sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat. Di antara pelayanan kesehatan tersebut adalah: Rumah Sakit, Puskesmas, WC umum dan lain sebagainya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang diberusaha untuk mediskripsikan, menjelaskan, dan menganalisis berbagai macam bentuk pelayanan Geriatri (pelayanan kesehatan terhadap pasien lanjut usia) yang disediakan dan dilaksanakan oleh Rumah Sakit Islam Jemursari. Pengambilan data difokuskan pada kesesuaian antara pelayanan yang diterima dibanding dengan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan, harapan-harapan penerima pelayanan, kesesuaian antara standar pelayanan dengan pelayanan yang diberikan secara riil oleh penerima pelayanan. Pengambilan data melalui beberapa dokumen yang berkaitan dengan perkembangan lansia di Jawa timur dan di Kota Surabaya serta dokumen yang berada di RSI Jemursari. Untuk mendalami proses pelayanan di RSI Jemursari, peneliti mengambil data dengan menggunakan wawancara dengan informan utama yang ditentukan secara sengaja. Apabila data yang diambil dari informan utama belum sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka peneliti meminta rekomendasi dari informan utama untuk beralih ke informan berikutnya dan seterusnya, sehingga data yang diambil benar-benar sesuai dengan guide wawancara yang ditentukan dalam fokus penelitian. Untuk mendapatkan kebenaran data, peneliti melakukan usaha yang terus menerus dan berulang ulang secara triangulasi.5 Bersamaan dengan pengambilan data, untuk data yang telah didapatkan, maka peneliti melakukan analisis data model interaktif dengan pemilahan terhadap data kemudian ditampilakan dan sebagian disisihkan dalam sebuah kondensasi data (memilah data, memilih data yang relevan) dan kemudian analisis dan ditarik kesimpulan sementara. Dengan cara ini hasil penelitian yang ditemukan akan lebih berurutan,terinteraktif dalam sebuah siklus, sehingga hasilnya lebih mudah dipahami, lebih cair, dan lebih humanistik. Tantangan analisis dengan cara ini adalah ketika memberikan deskripsi dan penjelasan pada data yang koheren yang masih dirasakan ada celah, inkonsistensi, dan kontradiksi yang melekat dalam kehidupan pribadi dan sosial peneliti. Namun demikian, peneliti berusaha memaksa untuk berfikir logis dan sistematis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas P elayanan Kesehatan bagi Pasien Lanjut Usia
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, harus wajib diselenggarakan oleh pemerintah baik secara mandiri maupun melalui kerjasama dengan pihak swasta. Oleh karena itu setiap warga masyarakat berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan. Sehubungan dengan bahwa pelayanan kesehatan harus dinamis dan adaptif dengan perubahan di berbagai sektor, maka perbaikan – perbaikan terhadap pelayanan kesehatan menjadi penting. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat lanjut usiamerupakan pelayanan yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dan dengan pendekatan yang interdisiplin, karena mencakup aspek: medis, promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan sosial. Penyelenggraan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lanjut usia di Rumah Sakit, bertujuan untuk menciptakan masyarakat lansia yang aktif, dan produktif (Permenkes, 2014). Bentuk pelayanan yang diberikan kepada lansia minimal untuk mempercepat proses palayanan di pendaftaran dan pemeriksaan. Berdasarkan peraturan ini, maka layanan cepat dalam pendaftaran dan pemeriksaan menjadi espektasi bagi lansia.
Terpenuhinyaekspektasi penerima pelayanan kesehatan bagi pasien lanjut usia sering atau pelayanan geriatri dari penyelenggara pelayanan menjadi kepuasan tersendiri bagi penerima pelayanan.Sebaliknya, bila ekspektasi penerima pelayanan belum dipenuhinya, maka berdampak pada rendahnya kepuasan. Ketidakserasian antara ekspektasi pasien penerima palayanan kesehatan, menandakan adanya kekurang-kekurangan yang perlu untuk mendapat perhatian dari manajemen penyelenggara pelayanan, untuk dilakukan perbaikan – perbaikan sesuai dengan ekspektasi dari penerima pelayanan. Untuk menganalisis kualitas pelayanan kesehatan pasien lanjut usia yang laksanakan oleh Rumah Sakit Islam Jemursari, apakah pelayanan suadah sesuai dengan ekspektasi penerima pelayanan atau belum, peneliti menggunakan dimensi kualitas pelayanan Parasuraman et al., yang terdiri dari:tangibility, reliability, responsiveness, assurance, and empathy (Ocampo et al., 2019). Uraian dari masing masing dimensi ini adalah: i) tangibility, mengacu pada performa dan kedisiplinan petugas, fasilitas fisik, peralatan, ii) reliability, mengacu pada kemampuan penyedia pelayanan untuk memberikanpelayanan yanghandal dan akurat sesuai dengan yang dijanjikan, iii) responsivenessmerupakandaya tanggappetugas untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada penerima pelayanan, iv)assurance, menggambarkan tentang jaminan dari kemampuan dan kesopanan petugas palayanan, sehingga penerima pelayanan yakin akan pelayanan yang didapatkan, dan v) empathy, menunjuk pada perasaan peduli pemberi pelayanan untuk memberi rasa hormat, keramahan, kesantunan dan menghargai pada penerima pelayanan.
Hasil penelitian tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan dalam hal ini adalah Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari Surabaya kepada pasien lanjut usia, didapatkaninformasi sebagaimana pada tabel 1.
No |
Dimensi Pelayanan |
Subyek yang Diteliti |
Hasil Penelitian yang Didapatkan |
1 |
Tangibility |
Performa dan kedisiplinan petugas pelayanan |
Dokter dan petugas pelayanan telah melaksanakan pelayanan secara disiplin |
|
|
Peralatan pelayanan yang disediakan |
Peralatan fisik yang disediakan sesuai dengan standar rumah sakit tipe B, misalnya:kursi roda, alat pengukur tekanan darah. |
|
|
Kenyamanan tempat pelayanan |
Ruang tunggu pasien dilengkapi AC, tempat duduk yang empuk atau nyaman, dan televisi. |
|
|
Kemudahan untuk mendapat akses pelayanan |
Dilengkapi dengan alur pendaftaran yang dipasang dibeberapa sudut. |
2 |
Reliability |
Kehandalan dokter dan petugas dalam memberikan pelayanan |
Dokter-dokter telah memberikan pelayanan sesuai spesialisasinya, sehingga dapat dihandalkan. Petugas pelayanan memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas sesuai dengan yang diembannya. |
|
|
Keakuratan atau kecermatan dokter dan petugas dalam memberikan pelayanan |
Dokter memberikan pelayanan dengan akurat, cermat karena keahliannya. Petugas palayanan memberikan pelayanan dengan cukup tepat waktu sesuai dengan yang dijanjikan. |
|
|
Keberadaan standar pelayanan |
Alur pelayanan pendaftaran dan pelayanan medis memiliki kesamaan dengan pasien umum, tetapi antara pelayanan pasien lansia tidak ditempatkan sendiri pada ruang tertentu. |
3 |
Responsi-veness |
Kecepatan dan ketepatan respon dokter dan petugas dalam memberi pelayanan |
Dokter-dokter telah menangani pasien atau penerima pelayanan dengan cepat. Petugas palayanan secara cepat menanggapi berbagai keluhan dan pertanyaan penerima pelayanan. |
|
|
Respon petugas untuk menyelesaikan antrian pelayanan |
Petugas pelayanan belum dalam memberikan pelayanan terutama antrian belum membedakan antara pasien lansia dengan pasien umum. |
|
|
Kecepatan dan kecermatan petugas pelayanan dalam menggapi semua keluhan penerima pelayanan |
Petugas pelayanan telah memberikan tanggapan secara baik pada semua keluhan yang diminta penerima pelayanan. Namun demikian, ada beberapa keluhan terkait dengan peralatan yang tidak bisa dipenuhi, dikarenakan manjadi kewenangan manajemen. |
4 |
Assurance |
Ketepatan waktu dalam pelayanan |
Dokter dan petugas pelayanan telah memberikan pelayanan secara tepat waktu, kecuali pada pada hari tertentu pasien harus antri, karena jumlah peminta pelayanan terlalu banyak. |
|
|
Kepastian biaya dalam palayanan |
Pembiayaan telah ditetapkan dalam standar operasional pelayanan. |
|
|
Kepastian legalitas dalam pelayanan |
Pelayanan telah dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal, sehingga tidak ada pelayanan yang keluar dari aturan yang ditetapkan. |
5 |
Empathy |
Sikap ramah dan santun petugas dalam memberikan pelayanan |
Dokter dan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan secara ramah dan santun kepada pasien sebagai penerima pelayanan, terlihat dari sapa yang diberikan. |
|
|
Sikap hormat dan menghargai dalam memberikan pelayanan |
Dokter dan petugas pelayanan senantiasa memberikan hormat dan menghargai dalam memberikan pelayanan. |
|
|
Kesungguhan petugas untuk memberikan pelayanan |
Dokter dan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan dengan sungguh sungguh dengan tanpa memunculkan sikap dikskriminatif. |
Sumber: Data penelitian, diolah 2020.
Berkualitas dan tidaknya sebuah pelayanan menurut Parasuraman diukur dengan lima dimensi.Hasil penelitian terhadap lima dimensi tersebut didapatkan informasi yang didapatkan peneliti pada tabel 1. Merujuk pada tabel tersebut bahwa: pertama, pada dimensi tangibilitydinilai baik. Hal ini karena performa dokter dan petugas pelayanan melaksanakan tugas sangat baik, begitu juga kedisiplinannya juga dapat dihandalkan, peralatan fisik seperti:kursi roda, alat pengukur tekanan darah, laboratorium untuk cek darah, pengukur berat badan,ruang tunggu pasien yang nyaman, dan untuk mudah untuk mendapatkan akses pelayanan, karena akses pelayanan disediakan dengan digital yang dilengkapi dengan alur pelayananyang diinformasikan di web dan secara manual yang ditempatkan dibeberapa sudut tempat pelayanan. Khusus untuk pelayanan rawat jalan, informasi yang di dapatkan oleh peneliti bahwa alur pelayanan yang dimulai dari sisitem pendaftaran yang serba online menjadi mudah, sangat efektif dan efesien jika akan melakukan reservasi nomor antrian. Pasien dapat melakukan pendaftaran sehari sebelum jadwal periksake dokter. Sementara bagi pasien yang berkeinginan untuk rawat inap, maka sarana untuk check in, juga bisa dilayani dengan menggunakan sarana yang serba digital.Untuk pelayanan administrasi, perlengkapan untuk menunjang kinerja admin juga sudah menggunakan perlengkapansarana dan prasarana yang digital sesuai dengan perkembanngan saat ini, sehingga kecepatan, keakuratan, dan keefektifan kinerja tidak bisa diragukan lagi. Pelayanan kesehatan lansia juga dilengkapi dengan “kartu geriatric”, yang bermanfaat bagi pasien lansia manakala memiliki keluhan lebih dari dua penyakit dapat dilayani pada waktu yang bersamaan, dan untuk mendapatkan nomor antrian bisa didahulukan.
Kedua, dimensi reliabilitydimaknai dengan kemampuan penyelenggara untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, akurat dan terpercaya.8 (Zeithaml, Bitner, and Gremler 2010) Kemampuan atau kehandalan petugas pelayanan dapat di lihat dari sejauh mana kemampuan dalam memberikan palayanan kepada pasien. Data penelitian menunjukkan sampai dengan penelitian ini dilaksanakan beberapa pelatihan untuk mendukung kehandalan petugas pelayanan belum pernah dilaksanakan, namun para petugas ini hanya dilatih sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing oleh atasannya. Sementara para dokter sudah handal melaksanakan tugas pelayanan medis, dikarenakan sebagian besar dokternya adalah telah menempuh pendidikan spesialis. Selain itu, kehandalan dari dokter dalam memberikan pelayanan dapat diukur dengan keakuratan didalam mendiagnosis penyakit yang diderita pasien lansia. Sehubungan dengan akuratnya dokter mendikteksi penyakit, maka durasi waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan tepat waktu. Sementara untuk petugas pelayanan dalam arti non-medis, masih ditemukan kurang handal, karena masih ada kelemahan di dalam menjawab kebutuhan pasien, bahkan terkadang sering lambat dalam mengerjakan pelayanan. Penilaian yang dapat diberikan pada pelayanan yang dilaksanakan oleh dokter sudah baik, sementara pelayanan yang dilaksanakan oleh petugas pelayanandinilai cukup baik.
Ketiga, responsivenessdimaknai dengan kecepatan dan ketepatan dokter dan petugas pelayanan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya, termasuk dalam merespon berbagai keluhan penerima pelayanan (Mmutle et al., 2017). Berkaitan dengan dimensi ini, bahwa pelayanan yang tanggap menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pelayanan. Pelayanan memang di jalankan dengan baik, kesanggupan dan kesiapan petugas pelayanan dalam memberikan informasi yang di butuhkan pasien secara langsung akan memberikan kepuasan bagi pasien. Beberapa informan yang telah dimintai informasi menunjukkan bahwa pelayananke depan diharapkan lebih baik, terkait pemeriksaan medis, karena masih dirasa ada kelambatan dalam memberikan pelayanan medis. Selain itu,harapan dari pasien lansia bahwa nomor antrian harus disendirikan, sehingga tidak bercampur dengan pasien umum. Dengan demikian, harapan dari pasien lansia bahwa ke depan bahwa daya tanggapdokter dan petugas pelayanan haruslebih respon dan lebih cepat untuk menanggapi keluhan pasien dengan kesiapan dan penuh antusias yang tinggi.
Keempat, assuranceberkaitan denganketepatan waktu dalam pelayanan, kepastian biaya dalam palayanan sesuai yang dijanjikan dalam standar pelayanan, sehingga adanya jaminan legalitas dalam memberikan pelayanan. Jaminan legalitas dalam pelayanan yang dimaksud dalam hal ini tentunya harus diketahuioleh petugas pelayanan yang diimplemantasikan dalam perilaku. Perilaku yang sesuai dengan standar pelayanan diharapkan akan menumbuhkan rasa percaya dari penerima pelayanan dari berbagai keragu-raguan. Dimensi assurancediharapkan akan memberikan keyakinan dan membangu rasa percaya dalam diri pasien penerima pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas pelayanan sudah memberikan pelayanan sesuai denganstandar dan prosedur pelayanan.
Terakhir, empathy berkaitan dengan sikap dan perilaku dari petugas pelayanan di dalam memberikan pelayanan kepada pasien lanjut usia. Data penelitian menunjukkan bahwa Dokter dan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan dirasa oleh pasien sangat ramah dan santun. Hal ini dibuktikan dengan tegur sapa yang ramah ketika pasien masuk dalam ruang pelayanan administrasi dan masuk pada pelayanan poli medis yang ada. Tegus sapa yang ramah dan santun demikian jelas bahwa petugas pelayanan baik dokter maupun petugas pelayanan telah memberikan rasa hormat dan penghargaan yang baik terhadap pasien lanjut usia. Ketika peneliti mendalami data terkait dengan empathy, bahwa pasien lanjut usia mengatakan bahwa dokter ketika memberikan pelayanan dalam bentuk pemeriksaan pada rawat jalan di poli spesialis penyakit dalam, maka dokter sangat berhati hati dan memberikan rasa emphaty yang sangat terasa, sehingga pasien merasa puas dan senang ketika berobat.
Harapan Pasien Lansia terhadap Pelayanan Kesehatan
Berbagai upaya RSI telah membuat desain penelitian sebaik mungkin melalui standar pelayanan, akan tetapi masih dimungkinkanada berbagai kekurangan untuk memberikan pelayanan seseuai dengan harapan dari pasien lanjut usia. Kesenjangan kinerja pelayanan, yang demikian harus diupayakan dengan memastikan tidak memunculkan perbedaan antara desain dan standar pelayanan yang ditetapkan dengan realitas penyelenggaraanpelayanan. Meskipun telah ada pedoman dalam bentuk standar pelayanan, tetapi aktivitas untuk memperlakukan pasien sebagai penerima pelayanan menjadi hal yang penting. Standar pelayanan juga harus didukung oleh sumber daya yang baik dan dinamis (petugas pelayanan, sistem dan teknologi pelayanan) dan ditegakkan, agar kinerja pelayanan tetap terjaga, misalnya, petugas pelayanan harus diberi kompensasi yang sesuai dengan beban kerja berdasarkan standar pelayanan yang diembannya. Jadi, meskipun standar pelayanan telah dibuat secara akurat dan mencerminkan harapandari penerima pelayanan, maka kinerja pelayanan akan menjadi gagal, bilaman tidak didukung oleh berbagai sumberdaya yang cukup untuk memfasilitasi dan mendorong terhdap pencapaian standar pelayanan yang ditetapkan. Dengan demikian, untuk memperkecil kesenjangan harapan dan kinerja pelayanan diperlukan dukungan sumber daya yang memadai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar pelayanan, seperti penyediaan tempat duduk untuk menunggu antrian masih belum sesuai dengan harapan, begitu juga sistem antrian masih belum sesuai dengan harapan dari penerima pelayanan. Sistem antrian pelayanan belum disesuaikan dengan harapan penerima pelayanan pasien lanjut usia, sehingga pelayanan antrian masih berjubel dengan pasien umum. Memahami data ini sesungguhnya perlunya perbaikan strategi pelayanan diantaranya adalah pertama, menyelaraskan jumlah sumber daya RSI dengan spesifikasi pelayanan. Secara khusus, untuk memberikan layanan kesehatan pada lansia perlu dirancang ulang, untuk memastikan bahwa pelayanan yang disediakan mampu memberikan layanan berkualitas. Petugas pelayanan perlu untukdimotivasipada cara pelayanan yang berorientasi pada pasien lansia. Dalam upaya untuk menciptakan petugas pelayana seperti itu, RSI berupaya untuk mempekerjakan orang yang tepat, mengembangkan skill petugas pelayananagar dapat memberikan layanan yang berkualitas. Untuk memberikan kualitas layanan secara efektif, perekrutan sumberdaya pelayanan perlu dilaksanakan secara tepat. Petugas pelayananyang baik memiliki“keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan - kecenderungan pelayanan - minat dalam melakukan pekerjaan yang terkait dengan pelayanan”(Zeithaml, Bitner, and Gremler 2010). Begitu beberapa petugas pelayanan yang sudah berada di tempat yang tepat, untuk memberikan layanan berkualitas, mereka perlu diberikan pelatihan secara berkelanjutan dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan teknis dan keterampilan interaktif untuk memenuhi kebutuhan pengembangan pelayanan yang berkualitas. Sementara untuk sumberdaya pelayanan yang sudah bekerja dengan tepat sebagai dampak positif dari pelatihan yang telah diberikan oleh RSI Jemursari, harus dipertahankan agar kualitas pelayanan tetap terjaga. Bahkan pada suatu saat perlu untuk diberikan tempat untuk promosi, diberikan penghargaan, seperti pendekatan tradisional yakni: memberikan gaji yang lebih tinggi, promosi, dan penghargaan atau hadiah uang dalam bentuk lain sebagai bonus terhadap kinerja pelayanan. Beberapa penghargaan ini diperlukan, dikarenakan bahwa petugas pelayanan yang baik akan berhasil mempertahankan pelanggan atau penerima pelayanan akibat kemampuan petugas pelayanan untuk menepati janji dan berhasil dalam membangun hubungan pelanggan sebagai penerima pelayanan (Ganesh & Haslinda, 2014).
Untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan lansia pada RSI Jemursari perlu dikembangkan konsep sebagaimana gambar 1. Tiangel atau segitiga pelayanan ksehatan menunjukkan tiga kelompok yang saling terkait yang bekerjasama untuk mengembangkan, mempromosikan, dan memberikan pelayanan. Para aktor kunci pelayanan diberi label pada titik-titik segitiga: manajemen RSI, penerima pelayanan, dan petugas pelayanan. Di sisi kanan segitiga adalah upaya manajemen pelayanan untuk menetapkan ekspektasi para penerima pelayanan dan membuat janji kepada penerima pelayanan tentang apa yang akan dilaksanakan. Apa pun atau siapa pun yang berkomunikasi dengan penerima pelayanan sebelum pemberian pelayanan dapat dipandang sebagai bagian dari fungsi pelayanan. Yang penting untuk ditekankan bahwa janji yang dibuat harus ditepati. Di bagian bawah segitiga adalah apa yang disebut pelayanan yang interaktif atau pelayanan kesehatanyang nyata. Pada hubungan inilah janji wajib ditepati oleh petugas pelayanan kesehatan. Dalam upaya untuk menghadapi penerima pelayanan yang kritis, manakala janji tidak ditepati, akan berakibat padaketidakpuasan penerima pelayanan, sehingga para penerima pelayanan akan pergi atau berpindah pada pelayanan di tempat lain. Sisi kiri segitiga menunjukkan peran penting yang dimainkan oleh manajemen RSI dengan petugas pelayanan. Manajemen terlibat dalam aktivitas pelayanan dalam rangka untuk membantu petugas pelayanan dalam rangka untuk memenuhi janji pelayanan. Tugas manajemen dalam hal ini adalah untuk melakukan rekrutmen, melatih, memotivasi, memberi penghargaan kepada petugas pelayanan, dan menyediakan peralatan dan teknologi yang mamadai.
Sumber: diadaptasi dari Zeithaml, Bitner, and Gremler (2010)
Hubungan sinergis ketiga sisi segitiga tersebut di atas, sangat penting untuk melengkapi seluruh aktivitas pelayanan kesehatan.Ketiga sisi segitiga harus sejajar, dalam arti bahwa apa yang dijanjikan melalui standar pelayanan yang ditetapkan harus sama dengan apa yang yang diberikan kepada penerima pelayanan. Bagitu juga kesemua aktivitas pendukung di dalam RSI Jemursari harus selaras dengan apa yang diharapkan dari petugas pelayanan. Dalam kajian pelayanan, telah jelas bahwa penerima pelayanan adalah kelompok yang juga ikut menentukan keberhasilan dari sebuah pelayanan, dan oleh karena itupenerima pelayanan juga ikut dalam memainkan peran kunci dalam proses penyelenggaraanpelayanan kesehatan yang berkualitas.
KESIMPULAN
Kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien lansia di RSI Jemursari secara keseluruhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.Namun demikian, untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dalam arti pelayanan kesehatan yag memenuhi standar pelayanan kesehatan selaras dengan dimensi pelayanan berkualitas, masih perlu untuk dilakukan perbaikan-perbaikan. Dalam melakukan perbaikan dan perubahan dimensi responsivess, diupayakan untuk menjadi ujung tombak dimensi perubahan dan perbaikan. Manajemen dan pelaksanana pelayanan diharapkan mau mendengar berbagai harapan dan keluhan dari pasien lanjut usia, seiring dengan perkembangan pelayanan yang menjadi harapan dan penanganan terhadap penyakit yang dideritanya yang saat ini masih kurang optimal dalam penyelesaian pelayanan. Dengan demikian, pelayanan kesehatan terhadap para pasien lanjut usia perlu dilakukan dengan model pelayanan kesehatan tersendiri atau tidak bercampur dengan para pasien umum. Selain itu, petugas pelayanan diupayakan untuk melakukan komunikasi yang baik dengan senantiasa memberikan rasa hormat, memperhatikan etika kesopan santunan terhadap pasien, sehingga pasien merasakan kenyamanan dan keamanan. Berbagai harapan pasien lanjut usia yang saat ini belum direalisasikan terutama permintaan untuk diberikan ruang tersendiri mulai dari antrian pendaftara, ruang tunggu, pemeriksaan di beberapa poli, dan pengambilan obat harus menjadi informasi penting dalam melakukan perbaikan pelayanan. Jadi, manakala manajeman pelayanan dan pelaksana pelayanan kurang respon terhadap berbagai harapan pasien lanjut usia, maka akan berakibat buruk terhadap penilaian pasien dan bahkan pasien akan berpindah ke rumah sakit lain.
PENDANAAN
Publikasi artikel ini menggunakan dana pribadi dari penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama kami ucapkan terima kasih atas kepada civitas akademika Universitas Dr. Soetomo Surabaya atas dukungannya sehingga artikel kami dapat di publish di Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik